Jumat, 25 Maret 2011

Bank Perkreditan Rakyat


                                                     
                                                           BAB I
                                                  PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Perbankan khususnya bank  umum merupakan inti dari sistem keuangan negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintahan dan swasta maupun perorangan untuk menyimpan dana–dananya. Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan dan teknologi, bank swasta semakin banyak memberikan produk dan jasa yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan, bank memiliki usaha pokok berupa menghimpun dana dari masyarakat yang tidak dipergunakan untuk kemudian menyalurkan kembali dana tersebut kedalam masyarakat dalam jangka tertentu. Oleh karena itu bank disebut sebagai perantara keuangan dari 2 pihak yang berlebihan dana atau  kekurangan dana.
Fungsi bank selaku lembaga keuangan dimana bank sebagai salah satu lembaga keuagan yang paling penting peranannya dalam keuangan yang usaha pokoknya memberikan  kredit-kredit dan jasa dalamllalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dilihat dari peranan dan fungsinya secara keseluruhan fungsi pokok suatu bank dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :
1.      Sebagai lembaga yang menghimpun dana-dana dari masyarakat baik berupa tabungan maupun simpanan lainnya.
2.      Sebagai lembaga yang menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
3.      Sebagai lembaga melancarkan transaksi perdagangan dan pembayaran uang
Dilihat dari jenisnya bank dibagi menjadi dua yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Menurut peraturan pemerintah tersebut, bank (bank umum maupun BPR) yang melakukan usaha semata-mata dengan prinsip bagi hasil adalah berdasarkan prinsip bagi hasil berdasarkan syariah yang digunakan oleh bank berdasarkan prinsip bagi hasil dalam menetapkan imbalan:
a.       yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank

                                             
b.      yang akan diterima sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun moda1
 kerja
c.       yang akan diterima sehubungan dangan kegiatan usaha lainnya yang lazim dilakukan oleh bank dengan prisip bagi hasil[1]


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
  Bank perkreditan rakyat (BPR) menurut UU perbankan no 77 tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan dalam UU perbankan no 10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selanjutnya diatur menurut surat keputusan direktur bank indonesia no 32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 mei 1999 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prisip syariah. Dalam hal ini secara teknis BPR syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagaimana BPR    konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prisip syariah.[2]
 BPR syariah adalah BPR biasa yang sistem operasionalnya mengikuti prinsip –prinsip muamalah. Sedangkan usaha bank perkreditan rakyat (termasuk BPR syariah ) meliputi penyediaan pembiayaan  bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil keuntungan sesuai dengan keuntungan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah  (yang dimaksud disini adalah PP No 72 tahun 1992 tanggal 30 oktobber 1992) [3]  
B.     Sejarah Berdirinya BPR Syariah
Status BPR syariah diakui pertama kali dalam pakto tanggal 27 oktober 1998, sebagai bagian dari paket kebijakan keuangan,moneter dan perbankan. Secara historis,BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan,seperti bank desa,lumbumg desa bang pasar,bang pegawai lumbung pilih negeri (LPN), lembaga perkreditan desa (LPD), badan kredit desa,badan kredit kecamatan,kredit usaha rakyat kecil, lembaga perkreditan kecamatan,bank karya produkarxsi desa,atau lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu.sejak dikeluarkan UU No 7 Tahun 1992 tentang pokok perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut diperjelas melalui ijin dari mentri keuangan.
Berdirinya BPR sayrih tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lembaga-lembaga keuangan sebagaimana disebutkan diatas.lebih jelasnya keberadaan lembaga keuangan tersebut depertegas muncunya pemikiran untuk mendirikan bank syariah pada  tingkat nasional.bank syariah yang dimaksud adalah bank muamalah indonesia yang berdiri tahun 1992, namun jangkauan BMI terbatas pada wilayah-wilayah tertentu  misalnya dikabupaten,kecamatan,dan desa,oleh karenanya peran BPR syariah diperlukan untuk menangani masalah keuangan masyarakat diwilayah –wilayah tersebut,
Sebagai langkah awal,ditetapkan 3 lokasi berdirinya BPR syariah. Ketiga BPR tersebut adalah :
1.      PT BPR dana mardatillah kec margahayu, bandung
2.      PT. BPR berkah amal sejahterah, kec padalarang, bandung
3.      PT. BPR Amanah rabbaniyah, kec  banjaran bandung.
Tanggal 8 oktober 1990, ketiga BPR syariah tersebut telah mendapat izin prisip dan menteri  keuangan RI.selanjutnya dengan teknikal assistance dari bank bukopin  cabang bandung yang memperlancar penyelenggaraan pelatihan dan pertemuan para pakar perbankan pada tanggal 25 juli 1991,BPR  dana mardatillah  BPR Berkah amal sejahterah, dan BPR amanah rabbaniyah tersebut masing-masing mendapat izin usaha dari mentri keuangan RI.
Untuk mempercepat berdirinya  BPR-BPR syriah yang lain nk  dibentuklah lembaga- lembaga penunjang, antara lain:
1.      Institute for syariah economic development (ISED). ISED bertugas melaksanakan program pendidikan bantuan teknis pendirian BPR syariah di indonesia khususnya di daerah –daerah berpotensi. Hasil yang telah dicapai ISED antara lain : 
-        BPR  harcurat dipropensi aceh
-        BPR  amanah umah kec. Leuwaleung,bogor
-            BPR  pembangunan cikajang raya kec. Cikajang,garut
-            BPR bina amwalul hasanah, kec sawangan, bogor
2.      Yayasan pendidikan dan pengebangan bank syariah (YPPBS)
YPPBS membantu perkembangan BPR syariah di indonesia dengan melakukan kegiatan –kegiatan :
-            Pendidikan, baik tingkat dasar untuk sarjana baru maupun  tingkat menengah
 untuk para praktisi yang berpengalaman minimal 2 tahun diperbankan.
-            Membantu proses pendirian dan memberikan technical assistancy[4]
C.     Tujuan BPR Syariah
Adapun tujuan yang dikehendaki dengan berdirinya  BPR syariah adalah :
1)      Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah.
2)       Meningkatkan pendapatan perkapita.
3)      Menambah lapangan kerja terutama dikecamatan –kecamatan
4)      Mengurangi urbanisasi
5)      Membina semangat ukhuwa islamiyah melalui kegiatan ekonomi
Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR syariah tersebut diperlukan strategi operasional   sebagai berikut :
1.      BPR syariah tidak bersipat menunggu terhadap datangnya permintaan pasilitas,melainkan bersipat aktif dengan melakukan sosialisasi/ penelitian kepada usaha –usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal,sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
2.      BPR syariah memiliki jenis usaha yang yang waktu perputaran uangnya angan pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
3.      BPR syriah mengkaji pangsa, tingkat kejenuhan serta tingkat komfetitifnya
D.  Produk BPR Syariah
 Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah BPR syariah dapat memberikan    jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Dalam usaha pengerahan dana masyarakat, BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam berbagai bentuk, antara lain.
1) Simpanan Amanah
Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank penerima titipan amanah    (trustee account) dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah, yaitu titipan yang tidak menanggung resiko. Namun demikian, bank akan    bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiyaan kepada nasabahnya
2).Tabungan Wadiah.
  Dalam tabungan ini bank menerima tabungan (saving account)dari nasabah mudharabah dalam bentuk tabungan  bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus itu diperoleh bank dari bagi hasil dan kegiatan pembiayaan kredit kepada nasabah lainnya. Bonus tabungan wadiah itu dapat diperhitungkan  secaratimeharian dan dibayarkan kepada nasabah pada setiap bulannya.
3). Deposito wadiah mudharabah
 Dalam produk ini bank menerima deposito berjagka (time and investment account)dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadiah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito itu adalah 1,2,6,12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyerahan modal  (sementara). Maka nasaba deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiayaan / kredit yang dilakukan kepada nasaba-nasaba lainnya.
pasilitas pengerahan dana tersebut, juga dapat digunakan untuk sedekah, infak, zakat,tabungan haji, tabungan kurban, tabungan aqiqih, tabungan keperluan pendidikan, tabungan   pemilikan kendaraan, tabungan pemilikan rumah,bahkan bisa digunakan untuk sarana penitipan dana – dana mesjid, dana pesantren,yayasan, dll.
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas BPR syariah dapat pula bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu menerima dana yang berasal dari zakat infak,sadaqoh,waqaf, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepadada yang berhak dalam bentuk santuna dan atau pinjaman kebajikan.
Sementara, dalam menentukan dana masyarakat BPR syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan / penyaluran dana kepada masyarakat  seperti :
1)      Pembiayaan mudarabah
Dalam pembiayaan mudarabah bank mengadakan aqad dengan nasabah (pengusaha). Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang dikelolah oleh pengusaha.  Keuntungan yang diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan kesepakatan yang telah diikat oleh bank dan pengusaha tersebut.
2)      Pembiayaan musryakah
Dalm pembiyaan musyarakah ini bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian
. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang juga dikelolah secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebutakan dibagi sesuai dengan penyertaan masing-masing pihak.
3)      Pembiayaan bai’bithaman ajil
Dalam bentuk pembiayaan ini, bank pengikat perjanjian dengan nasabah. Bank menyediakan dana untuk pembelian suatu barang /aset yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.[5]
          Namun begitu,sesuai UU perbankan no 10 tahun 1998, BPR syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
1)   Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2)   Memberikan kredit
3)   Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prisip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank indonesia.
4)   menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat bank indonesia, defosito berjangka,sertifikat deposito,dan atau tabungan pada bank lain.
Pembatasan usaha BPR syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK direktur  BI no 32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR syariah adalah
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi :
a) tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudarabah
b) deposito berjangkah berdasarkan prinsip mudharabah
c) bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah
2. Melakukan penyaluran dana melalui
a. transaksi jual- beli berdasarkan prinsip:
a) mudarabah
b) istishna
c) ijarah
d) salam
e) jual beli lainnya
b. pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip
a) mudharabah
b) musyarakah
c) bagi hasil lainnya
c. pembiayaan lainberdasarkan prisip
a) rahn
b) qardh
3) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR syariah sepanjang disetujui oleh dewan syariah nasional
Dibanding bank umum syariah,kegiatan operasional yang dapat dilakukan oleh BPR syariah lebih terbatas.sebagaimana diatur oleh  direktur BI no 32/36/KEP/DIR/1998,BPR syariah tidak diizinkan untuk menerima dana simpanan dalam bentuk giro sekalipun hal itu dilakukan dalam bentuk wadiah begitu juga, BPR syariah dilarang untuk :
a.    Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
b.     Melakukan penyertaan modal
c.     Melakukan usaha peransuransian

E.       Ketentuan Dalam Pendirian BPR Syariah
Syarat pendirian
Dalam pendirian BPR syariah harus mengacu pada bentuk hukum BPR syariah yang telah ditentukan dalam UU perbankan, sebagaimana dalam UU perbankan no 10 tahun 1998 pasal 2, bentuk hukum suatu BPR syariah dapat berupa :
1.      Perseroan terbatas
2.      Koperasi
3.      Perusahaan daerah
Adapun syarat-syarat untuk pendirian  BPR syariah adalah sebagai berikut :
1.      BPR syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan izin direksi bank indonesia
2.      BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh :
a.       Warga negara indonesia
b.      Badan hukum indonesia yang seluruh pemilikannya oleh warga negara indonesia
c.       Pemerintah daerah
d.      Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam hurup a,b dan c
Pemberian izin pendirian BPR syariah, sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan dengan dua tahap :
1.      Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR syariah
2.      Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR syariah setelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan.
SK DIR BI No 32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak asing untuk mendirikan BPR syariah. Menurut ketentuan pasal 15  SK DIR BI tersebut, yang dapat menjadi  pemilik BPR  syariah adalah pihak-pihak yang :
1.      tidak termasuk dalam daftar orang tercelah dibidang perbankan sesuai dengan yang        ditetapkan oeh bank indonesia
2.      menurut penilaian bank indonesia yang bersangkutan memilik iintergritas yang baik, antara lain:
a.memiliki ahlak dan moral yang baik
b. mematuhi perundang-undangan yang berlaku
c. bersedia mengembangkan BPR syariah yang sehat.
Selain dari persyaratan diatas, khusus untuk dapat menjadi anggota dewan komesaris BPR syariah ditentukan pula bahwa yang bersangkutan wajib memiliki pengetahuan dan atau pengalaman dibidang perbankan. ini tidak mengharuskan yang bersangkutan memiliki pengetahuan dan atau pengalaman diperbakan syariah. Sedangkan anggota direksi sekurang-kurangnya berpendidikan formal setingkat diploma III atau sarjana muda.
Menyangkut komposisi anggota direksi, sekurang-kurangnya 50% dari anggota direksi BPR syariah wajib berpengalaman operasional dibidang perbankan syariah sekurang –kurangnya tahun sebagai pejabat dibidang pendanaan dan atau pembiayaan.
Berbeda dengan persyaratan anggota dewan komesaris dalam hal persyaratan bagi anggota direksi ditegaskan bahwa yang bersangkutan memiliki pengalaman dibidang perbankan syariah. Bahkan ditentukan pengalamannya itu sekurang –kurangnya 2 tahun  dan harus dibidang pendanaan dan atau pembiayaan. Bagi anggota direksi yang belum berpengalaman operasional dibdang perbankan syariah wajib mengikuti perbankan syariah
Direksi BPR syariah dilarang untuk merangkap jabatan sebagai anggota direksi atau jabatan eksekutip pada lembaga perbankan, perusahaan atau lembaga lain. Hal ini untuk
 menghindari agar jangan sampai tugas anggota direksi yang bersangkutan tidak efektif sebagai anggota dewan komisaris BPR syariah yang bersangkutan, karna terlalu banyaknya melakukan perangkapan jabatan sebagai anggota dewan komesaris ditempat lain.
Anggota dewan komesaris BPR syariah tidak dilarang merangkap jabatan lain,namun membatasi perangkapan  itu sebagaimana ditentukan dalam pasal 22 ayat 3  BPR syariah.anggota dewan komesaris BPR syariah dilarang menjabat sebagai anggota sebagai anggota direksi bank umum. Anggota dewan  komesaris BPR syariah tidak dilarang untuk dapat menjadi anggota direksi BPR syariah lain.
Dalam hal ini terjadi pergantian anggota dewan komesaris atau deriksi  syariah,calon penganti jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari bank indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. Demikian jika ada penggantian atau penambahan pemilik BPR syariah wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari bank indonesia.

Modal
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR syariah ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar :
1)      Rp. 2.000.000.000,- untuk BPR syariah yang didirikan diwilayah daerah khuhus ibu kota jakarta raya dan kabupaten/kotamadya tangerang,bogor,bekasi,dan karawang.
2)      Rp.1.000.000.000,- untuk BPR syariah yang didirikan diwilayah ibu kota propinsi diluar wilayah seperti tersebut pada butir 1 diatas.
3)       Rp.500.000.000,- untuk BPR syariah yang didirikan diluar wilayah yang disebut pada butir 1 dan 2 diatas.
Modal yang disetor tersebut, yang digunakan untuk modal kerja bagi BPR, syariah, wajib sekurang –kurangnya berjumlah 50%. Dengan kata lain, biaya investasi dalam rangka pendirian BPR syariah itu tidak boleh melebihi 50% dari modal yang disetor oleh pendirinya. Sumber dana yang dighunakan dalam rangka kepemilikan dilarang :
1.      Berasal dari pinjaman atau pasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan atau pihak lain di indonesia.
2.      Berasal dari sunber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk kegiatan yang melanggar hukum
F.     Organisasi/ Manajemen BPRS
kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999,kepengurusan BPR syariah terdiri dari dewan komisaris dan dereksi di samping kepengurusan, suatu BPR syariah wajib pula memiliki dewan pengawas syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPR syariah. Jumlah anggota dewan komisaris BPR syariah harus sekurang-kurangnya 1 orang. Sedangkan direksi BPR  syariah sekurang –kurangnya 2 orang.
Anggota direksi dilarang mempunyai hubungan keluarga dengan :
1.      Anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua,termasuk martua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar, suami istri.
2.      Dewan komisaris dalam hubungan sebagai orang tua, anak dan suami/istri.
Untuk menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha BPR syariah ditentukan bahwa :
1.      BPR syariah dilarang melakukan kegiatan usaha secara konvensional
2.      BPR syariah tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usahanya menjadi BPR konvensional.
3.      BPR syariah yang semula memiliki izin usahanya sebagai BPR konvensional dan telah diperkenankan untuk mengubah status menjadi BPR konvensional.
BPR syariah yang telah mendapat izi usaha dari direksi bank indonesia wajib melakukan kegiata usaha selambat –lambatnya 60 hari perhitungan sejak tanggal izin usaha dikeluarkan.sedangkan laporan pelaksanaan kegiatan usaha wajib disampaikan oleh direksi BPR syariah kepada bank indonesia selambat –lambatnya 10 hari setelah tanggal dimulainya kegitan operasional. Apabila dalam waktu melakukan kegiatan usaha lebih dari waktu yang telah ditentukan maka direksi bank indonesia membatalkan izin usaha yang telah dikeluarkan.

Pembukaan Kantor Cabang
BPR syariah dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah propinsi yang sama dengan kantor  pusatnya. Pembukaan kantor cabang BPR syariah dapat dilakukan hanya dengan ijin Direksi Bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPR syariah.
BPR syariah yang akan membuka kantor cabang wajib memenuhi persyratan tingkat kesehatan selama 12 (dua belas) bulan terakhir tergolong sehat. Dan dalam pembukaan kantor  cabang BPR syariah wajib menambah modal disetor sekurang-kurangnya sebesar jumlah ]untuk mendirikan BPR syariah untuk setiap kantor.
G.      Kendala Perkembangan  BPR Syariah
Dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, kendala tersebut di antaranya adalah :
1.      Kiprah BPR syriah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah, bahkan beberapa pihak menganggap BPR syariah sama dengan BPR konvensional. Oleh karena itu, BPR syariah perlu menegaskan dan meneguhkan indentitasnya sebagai BPR yang menggunakan prinsip-prinsip syariah.
2.       Upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh BPR syariah sehingga proses BPR syariah dalam melakukan aktivitasnya cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah. Maka upaya untuk meningkatkan SDM perlu diarahkan di semua posisi, baik di posisi pemegang kebijakan ataupun berposisi di lapangan.
3.      Kurang adanya koordinasi di antara BPR syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT, sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syiar islam tentunya langkah koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat dilakukan guna mengangkat ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan framework  yang bisa dijadikan auan di antara lembaga keuangan di tingkat kabupaten, kecamatann, desa ataupun pasar dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa mengenyampingkan keberadaan lembaga keuangan yang lain.
4.      Sebagai lembaga keuangan yag memiliki konsep islam tentunya jugabertanggung jawab terhadap nilai –nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR syariah tersebut. Aktivitas BPR syariah dibidang keuangan sering kali tidak “menyisahkan” waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar islam, artinya aktivitas keuangan BPR syariah termasuk syiar islam dibidang keuangan, tetapi aktivitas keislaman yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat secara umum perlu juga dierhatikan. BPR syariah perlu memprakarsai terbentunya majlis-majlis taklim dan semacamnya.
5.      Nama BPR syariah masih menyisahkan kesan sistem BPR syariah menggunakan sistem BPRS konvensional. Kata “perkreditan” tidak ada dalam terminologi bank dan lembaga keuangan syariah. Oleh karenanya, baik kiranya BPR syariah diganti.
H.    Strategi Pengembangan Bank Syariah
Adapun strategi pengembangan BPR syariah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.      Langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah, bukan saja produk
2.       tetapi sistem yang digunakannya perlu diperhatikan. Upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah sendiri dengan menggunakan strategi pemasaran yang halal, seperti melalui inpormasi mmengenai BPR syariah dimedia-media massa. Hal lain yang ditempuh adalah perlunya kerjasama BPR syariah dan lembaga pendidikan atau non pendidikan  yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah.
3.      Usaha –usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan- pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengaruhnya.Untuk itu diperlukan kerjasama diantara BPR syariah atau kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga       keuangan syariah atau  kursus pendek lembaga keuangan syariah. Pusat pendidikan dan kursus pendek  tersebut memiliki tujuan untuk menyediakan SDM  yang siap kerja dilembaga keuangan syariah, khusus BPR syariah.
4.      Melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui berapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam sumber –sumber ekonomi yang ada.dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja diantara BPR syariah, demikian juga kesinambungan kerja BPR syariah  dengan bank syariah dan BMT. Sehigga hal ini akan meningkatkan koordinasi di antara lembaga keuangan syariah.
5.      BPR syariah bertanggung jawab terhadap masalah keislaman masyarakat dimana BPR syariah tersebut berada.maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga
6.      dengan pola ini dapat membantu BPR syariah dalam mengetahui gejala –gejala ekonomi sosial yang ada dimasyarakat. hal ini menjadikan kebijakan BPR syariah dibidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat.[6]
I.               BPR-BPR Syariah Yang Telah Berdiri
BPR syariah yang telah diberi izin untuk beroperasi adalah
1.      Nama     : BPR berkah amal sejahterah
Alamat : JL raya purwakarta No 12, padalarang,bandung 40553
Pengurus : Ir.Drs. Hasbi mauriza hasyim ( direktur utama )
                  Andi maulana BSc ( direkture)
Ir. H ahmad massoed luthfi (komesaris utama)
Ir irwanda dharma nasution ( komesaris )
Ny. Kaatje kassie ( komesaris )
Izin             :  mentri keuangan republik indonesia
Nomor        : KEP – 200/KM.13/1991
Tanggal      : 25 juli 1991
2.      Nama         :  BPR dana mardatil     lah
Alamat       : Jl. Kopo sayati No.295, bandung 40225 telpon (022)481813,  481814
Pengurus    : Drs Ahmad Adib zain  ( direkture utama )
E.S wardana,SE (direkture)
Prof. DR. Yusup Amir faizal ( komesaris utama )
Ir. Irwanda Darma Nasution ( komsaris)
Ir. Bambang proanggono, MBA (komesaris)
Drs. H. Nizameoddin (komesaris)
Izin             : Mentri keuangan RI
Nomor        : KEP- 201/KM. 13/1991
Tanggal      : 25 juli 1991
3        Nama            : BPR syariah rabbaniyah
Alamat       : Jl. Raya timur No 84 Banjran,bandung 40337
Penguus     : Muammad  kasim (direkture utama )
K.H Abdul Latief muchtar,MA (komesaris utama )
Ir. H. Rossyid Abdurahman (komesaris )
Ir. H. Ahmad Riskawa , MSc ( komesaris)
H. Dudu Saddudin ( komesaris )
Ir. Eka Fuadi, MBA (komesaris )
Izin             : Mentri keuangan  RI
Nomor        : KEP- 281/KM.13/1991
Tanggal      :  19 september 1991[7]















BAB III
PENUTUP

A.  Saran
Meskipun sistem yang sekarang yang kita gunakan adalah sistem kapitalisme, tapi jangan membuat kita untuk berputus asah mendirikan lembaga syariah yang sifatnya menolong masyarakat bukan mala mencekik masyarakat secara perlahan. Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran untuk mengetahui seperti lembaga dalam islam.
B.  kesimpulan
1.      BPR syariah adalah BPR yang sistem operasionalnya mengikuti prinsip –prinsip muamalah.
2.      BPR syariah bertujuan menjalin ukhuwah islamiyah dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islam terutama golongan ekonomi lemah



















Daftar Pustaka

Sudarsono, Heri, (2007), Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ekonesia, Yokyakarta.

Lubis, K Suhrawardi, (2000), Hukum Ekonomi Islam, Sinar Grafika Offset, Jakarta.

Perwataatmaja, Karnaen, (1992), Apa Dan Bagaimana Bank Islam, Dan Bakti Wakaf, Yokyakarta 










                             











[1] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, ( cet.  II;  Jakarta: Sinar Grafika, 2000),h. 65.
[2] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya,  (cet. IV; Yokyakarta: Ekonesia,2007) ,h. 83.
[3] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 64.
[4] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuanga Lainnya, h. 83-85.
[5] Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, h. 65-67.
[6] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, h. 87-94.
[7] Karnaen Perwataatmaja dan Muhammad Syafiih Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam, (Cet. I; Yokyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992), h. 107-108.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar