Sabtu, 19 Mei 2012

HIBAH


1.      Arti dan Landasan Hibah
Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Kata ini merupakan mashdar dari kata “wahaba” yang berarti pemberian. Apabila seseorang memberikan harta miliknya kepada orang lain maka si pemberi menghibahkan miliknya itu. Sebab itulah, kata hibah sama dengan pemberian.
Hibah disyari’atkan dan dihukumi mandhub (sunat) dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma.’
a.  Al-Qur’an
 “….dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) ….(QS. Al-Baqarah: 177)
b.      As-Sunnah
“Dari Abu Hurairah, Abdullah bnu Umar, dan Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw., bersabda,” Saling memberi hadiahlah kamu semua (maka) kamu akan saling mencintai.”  
2.      Rukun Hibah
Menurut jumhur Ulama, rukun hibah itu ada empat, yaitu ada pihak penghibah, ada pihak yang menerima hibah, ada benda yang dihibahkan, dan ada ijab qabul (transaksi), yang disebut juga dengan akad hibah.
Pihak penghibah adalah orang yang memberikan hibah atau orang yang memberikan hartanya kepada orang lain. Pemberi hibah disyaratkan:
a.           Ia mesti sebagai pemilik yang sempurna atas sesuatu benda yang dihibahkan.
b.          Pihak penghibah mestilah seorang yang cakap bertindak secara sempurna (kamila), yaitu baligh dan berakal.
c.           Pihak penghibah hendaklah melakukan perbuatan itu atas kemauan sendiri dengan penuh kerelaan, dan bukan dalam keadaan terpaksa.
Unsur kedua dalam hibah adalah Adalah pihak yang menerima hibah. Karena hibah itu merupakan transaksi langsung, maka penerima hibah disyaratkan ada ketika akad hibah itu dilakukan. Dalam hal ini pihak penerima tidak disyaratkan supaya baligh dan berakal.
Rukun hibah yang ketiga adalah ada benda atau barang yang dihibahkan. Karena itu sesuatu yang dihibahkan harus mempunyai beberapa syarat, yaitu:
a.       Benda yang dihibahkan milik penuh dari penghibah
b.      Barang yang dihibahkan itu ada ketika transaksi
c.       Barang yang dihibahkan itu mestilah sesuatu yang tidak haramkan oleh agama.
d.      Harta yang telah dihibahkan mesti telah terpisah secara jelas dari harta yang menghibah.
Unsur hibah yang keempat adalah akad atau ijab Kabul. Dalam hubungan ini, penekanan yang menjadi sasaran adalah harus ada sighat dalam transaksi sehingga betul-betul mencerminkan terjadinya pemindahan hal milik melalui hibah. Adapun masalah lafazh tidak dipentingkan oleh agama yang penting transaksi yang dilakukan telah menunjukkan adanya serah terima hibah.