I. ISLAM SEBAGAI SUATU SISTEM YANG HIDUP[1]
Islam
bukan hanya berkaitan dengan masalah ritual saja, namun Islam merupakan
suatu sistem yang koprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk
pembangunan ekonomi serta industri perbankan. Islam memandang manusia sebagai
khalifah di bumi. Sang khalifah diberikan amanah oleh Allah untuk memanfaatkan
bumi dan isinya sebaik-baiknya untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.
Untuk
mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan pertunjuk melalui para RasulNya.
Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik aqidah,
akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama yaitu aqidah
dan akhlak bersifat konstan, keduanya tidak mengalami perubahan apapun walaupun
perbedaan waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan
kebutuhan dan taraf peradapan umat.
Hal ini diungkapkan dalam
Al-Qur’an, QS.AL-Maaidah:48,
“…Untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…”
Rasulullah bersabda,” Para rasul
tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda
sedangkan diennya (tauhidnya) satu.” (HR.Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad)[2]
Oleh karena itu, syariah Islam
sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan
tersendiri. Syariah ini bukan menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal.
Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang
datang untuk menyempurnakannya.
Komprehensif berarti syariah
Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial (muamalah).
Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia
dengan khaliqnya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara
kontinu tugas manusia sebagai khalifahNya di muka bumi. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi aturan main manusia dalam
kehidupan sosial. Kelengkapan sistem muamalah yang disampaikan Rasullullah saw
terangkum dalam skema berikut.
Universal bermakna syariah Islam
dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir. Universalitas
ini tampak jelas pada bidang muamalah. Selain mencakup luas dan fleksibel,
muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan nonmuslim. Kenyataan ini
terlihat dalam suatu ungkapan yang diriwatkan oleh Sayyidina Ali ra,
“Dalam bidang muamalah, kewajiban
mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.”
Sifat muamalah ini dimungkinkan
karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa
mutaghayyirat (principles and variables). Dalam sektor ekonomi, misal yang
merupakan suatu prinsip adalah larangan riba, system bagi hasil, pengambilan keuangan,
pengenaan zakat, dll. Adapun contoh variabel adalah instrument-instrumen untuk
melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Diantaranya adalah aplikasi prinsip jual
beli dalam modal kerja, penerapan azas Mudharabah dalam investasi.
II. SISTEM MONETER ISLAMI
Ekonomi moneter merupakan salah
satu bidang yang dibahas dalam ekonomi islam. Ilmu moneter adalah bagian dari
ilmu ekonomi yang mempelajari tntng sifat serta pengaruh uang terhadap kegiatan
ekonomi. Banyak topik yang dibahas dalam kajian moneter dalam bidang ekonomi
diantaranya peranan dan fungsi uang uang, sistem moneter dan pengaruhnya
terhadap jumlah uang dan kredit, struktur dan fungsi bank, pengaruh uang dan
kredit dalam prekonomian, stabilitas ekonomi, distribusi pendapatan, dan masih
banyak lagi[3].
Sebagaimana kita ketahui, dalam
kehidupan ekonomi, uang ibarat darah dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, uang
memiliki nilai (dalam fungsinya) pada aktivitas ekonomi. Dalam islam permintaan
akan uang terutama dalam transaksi dan kebutuhan kebanyakan ditentukan oleh
tingkat pendpatan dan distribusinya. Permintaan spekulatif akan uang pada
dasarnya dipicu oleh fluktuasi tingkat suku bunga dalam perekonomian kapitalis.
Penurunan tingkat suku bunga yang disertai dengan harapan akan mningkat
merangsang orang atau perusahaan untuk tetap menyimpan uangnya. Karena dalam
perekonomian kapitalis bunga seringkali berfluktuasi. Dengan penghapusan bunga
ini dan kewajiban akan zakat 2,5% setahun dapat meminimalisir permintaan
spekulatif akan uang[4].
Kebijakkan Moneter
Ilmu moneter
merupakan bidang kajian ilmu ekonomi moneter. Ilmu ekonomi moneter adalah
bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari sifat serta pengaruh uang terhadap
kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi pada umumnya diartikan suatu kegiatan yang
mempengaruhi tingkat pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan atau
pembayaran internasional. 3 alasan mempelajari kebijakan moneter dalam ekonomi
islam:
1. Mengetahui
lebih dalam mengenai mekanisme uang, bagi hasil, lembaga keuangan, sistem dan
kebijakan moneter, serta mekanisme ekonomi bagi hasil.
2. Menganalisa
fenomena moneter dalam kaitannya dengan efek kebijaksanaan moneter terhadap
kegiatan ekonomi islam.
Sektor moneter merupakan jaringan
yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi riil. Kebijakan moneter merupakan
instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi baik modern
maupun islam. Namun perbedaan yang mendasar terletak pada tujuan dan larangan
bungan dalam islam. Syarat tercapai dan terjamin berfungsinya sistem moneter
secara baik adalah Otoritas moneter harus melakukan pengawasan kepada
keseluruhan sistem.
Tujuan-tujuan Kebijakan Moneter Islam:
a.
Menurut
Iqbal dan khan
· Economic well-being full employment
and optimum rate of economic growth
·Sosio-economic justice and equitable distribution of
income and wealth
· Stability in the value of money
b.
Menurut Umer
Chapra
· Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full
employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum
· Keadilan sosio-ekonomi dengan
pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan
· Stabilitas dalam nilai uang sehingga
memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan,
patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang stabil
· Penagihan yang
efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan
Dari ke 4 tujuan diatas sekilas
hampir sama dengan sistem kapitalis. Akan tetapi kalau dikaji lebih
dalam, ada perbedaan penekanan dan komitmen yaitu tentang nilai-nilai spritual,
keadilan sosio ekonomi dan persaudaraan manusia.
Alat-alat
kebijakan Moneter
a. Target
pertumbuhan dalam M dan Mo
b.
Peran serta
masyarakat dalam permintaan tabungan
c. Penyediaan
cadangan yang sesuai dengan ketentuan
d.
Alokasi
kredit yang berorientasi pada nilai
e.
Sertifikat
deposito
Sumber
Ekspansi Moneter
Fungsi utama sistem moneter adalah
melengkapi kebutuhan transaksi masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan
ekonomi. Dari pendekatan ekonomi islam, ada 3 sumber ekspansi moneter, yaitu:
1.
Fiat Money
Creation
Alasan Bank sentral membuat uang:
- Pemerintah meminjam secara langsung uang pada bank ini. Dengan kasus:
·
Terjadinya
anggaran defisit
· Bank sentral berusaha menstabilkan ekonomi melalui kegiatan psar-terbuka (open
market)
- Bank sentral memutuskan melakukan “perluasan” kegiatan pasar-terbuka
2.
Credit Money
3.
Balance-of-payments
surplus
Instrumen Keuangan
Fungsi
fundamental yang ke dua dari sistem moneter dan keuangan adalah harus mendorong
penanaman sumber dan pengalokasiannya ke investor. Dalam sistem konvensional
dilakukan oleh lembaga perantara keuangan yang didasarkan pada tingkat bunga
fix, sedangkan dalam ekonomi bebas dilakukan dengan sistem bagi hasil. Uang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sistem ekonomi modern.
Adapun fungsi uang :
1.
Uang sebagai
alat tukar
2.
Uang sebagai
satuan pengukur nilai
3. Uang sebagai
alat penimbun/penyimpan kekayaan
Sedang dalam islam fungsi nomer
tiga diakui sebagi sebuah fungsi uang karena brtentangan dengan kaidah syariah.
Keadaan riil
menunjukkan bahwa perkembangan pasar uang dunia saat ini, sebagian besar
dipergunakan untuk memperdagangkan uang itu sendiri. Hanya 5% dari transaksi di
pasar uang yang berkaitan dengan transaksi barang dan jasa. Bahkan volume
transaksi pasar barang dan jasa hanya 1,5% dibandingkan dengan turn over
transaksi di pasar uang. Ekonomi klasik mengatakan bahwa uang tidak memberikan
kegunaan langsung (Direct Utility Junction), hanya bila uang itu
digunakan untuk membeli barang, maka barang itu akan memberikan kegunaan.
Teori Ekonomi
Neo Klasik mengatakan kegunaan uang timbul dari daya beli. Jadi uang memberikan
kegunaan tidak langsung (Indirect Utility Function). Dua Fungsi
fundamental uang pada sistem finansial secara keseluruhan:
1. Memungkinkan
terjadinya likuiditas secara mencukupi, sehingga produksi dan tukar menukar
dapat terjadi secara wajar
2. Termobilisasinya
pendapatan, sumber daya dan pengalokasian investor secara sesuai.
Berkaitan
dengan fungsi uang diatas, maka keberadaan lembaga dan pengatur peredaran uang
diperlukan. Seperti yang dijelaskan oleh Munawar Iqbal dan M. Fahim khan “A survey
of Issues and A Programme for Research in monetary and Fiscal Economics of
Islam”:
Teori
moneter modern, penimbunan uang berarti menghambat atau memperlambat perputaran
uang yang berarti semakin kecil transaksi yang terjadi, sehingga perekonomian
menjadi lesu. Sedangkan peleburan uang berarti mengurangi jumlah penawaran uang
yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi.
Berikut ini
adalah kaitan uang dengan perekonomian:
1.
Uang dan
nilainya
Masyarakat selalu mengatakan fungsi uang mempengaruhi simpanan. Menurut
ekonomi konvensional, bahwa orang yang menumpuk uang bahwa berarti ia telah
mengumpulkan nilai materi sampai uang yang tertumpuk itu dapat mencapai
kekuatan daya beli. Pandangan demikian adalah keliru. Menurut Imam Ghazali dan
Ibnu Khaldun, Uang bukan sesuatu yang menguntungkan. Angka yang tertera tidak
menguntungkan dan tidak bernilai. Dasar kehidupan ekonomi adalah produksi, yang
merupakan hasil usaha dari individu-individu. Selama uang masih dikaitkan
dengan produksi, maka tidak ada cara apapun yang dpat membuatnya bernilai. Uang
tidak akan bernilai jika tidak digunakan sebagai alat pembayaran. Maka uang
yang ditumpuk tidak sama dengan uang yang beredar. Jadi uang tidak untuk
disimpan atau ditumpuk saja tapi harus diproduksi[5].
2.
Uang dan
ukuran nilai
Bila uang diterima sebagai alat pembayaran, maka otomatis terkait dengan
uang sebagai alat ukur. Proporsi pertukaran uang dengan komoditi tidak selalu
stabil, oleh karena itu sering kita mendengar nilai uang suatu bangsa turun
naik. Hal ini berarti daya beli uang negara tersebut naik dan turun.
Ketidakstabilan dan ketidak menentuan nilai uang adalah akar penyebab penyakit
ekonomi modern.
3.
Permintaan
dan penawaran uang
Kenyataannya permintaan uang sama dengan permintaan barang yang ditawarkan.
Oleh karena itu, permintaan barang yang tidak terbeli maka akan terjadi
penumpukan persediaan. Tidak ada seorangpun yang memerlukan uang untuk
mendapatkan uang kembali. Hal ini karena uang tidak bermanfaat.
Teori permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi islam:
a.
Permintaan
Uang menurut Mazhab Iqtishoduna
Menurut
mazhab ini, permintaan uang hanya ditujukan untuk 2 tujuan yaitu transaksi dan
berjaga-jaga atau untuk investasi.
b.
Permintaan
Uang menurut Mazhab Mainstream
Permintaan uang dikategorikan dalam 2 hal yaitu permintaan uang untuk
transaksi dan berjaga-jaga. Landasan filosofis teori dasar permintaan uang ini
adalah bahwa Islam mengarahkan sumber-sumber daya yang ada untuk dialokasikan
secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money atau penimbunan
kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang yang harus diperangi. Pengenaan
pajak terhadap aset produktif yang menganggur merupakan strategi utama yang
digunakan oleh mazhab ini. Ini dilakukan untuk mengalokasikan setiap sumber
dana yang ada pada kegiatan usaha produktif. Penerapan kebijakan ini berdampak
pada pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak yang
dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan, maka permintaan terhadap
aset ini akan berkurang. Oleh karena itu orang berusaha untuk memperkecil pajak
yang dibayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang idle.
Hal ini berarti velocity of money akan meningkat, dengan meningkatnya
komponen ini maka akan mengurangi permintaan uang untuk berjaga-jaga dan
sekaligus akan meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan uang
yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan
pendapatan nasional.
c.
Permintaan
Uang menurut Mazhab Alternatif
Permintaan uang menurut mazhab ini terkait erat dengan konsep endogenous
uang dalam Islam. Konsep ini dalam Islam secara sederhana diartikan sebagai:
“Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representatif dari volume transaksi
yang ada dalam sektor riil”. Konsep ini menjebatani dan tidak mendikotomi
antara pertumbuhan uang disektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang
disektor riil.
Islam menganggap bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat
didasarkan semata-mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan
hanya jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut digunakan.
Dengan demikian, tidak selalu nilai uang harus bertambah walau waktu terus
bertambah, akan tetapi nilai tambahnya akan tergantung dari hasil yang
diusahakan dengan uang itu.
4.
Pentingnya
uang dalam perekonomian
Kehidupan
ekonomi merupakan mata rantai hubungan dari permintaan, persediaan dan
penawaran yang tidak pernah putus. Oleh karena itu, kita perlu mempertahankan
kelancaran arus peredaran uang agar transaksi yang efisien, proses memberi dan
jual beli dapat berlangsung.
Oleh karena itu, dalam Islam, penumpukan uang (Kanz) dilarang. Karena dapat
menutup arus peredaran. Akibatnya akan menghambat efisiensi usaha dan
pertukaran komoditas produksi dalam perekonomian. Jika demikian maka kemakmuran
tidak akan tercapai.
Perjalanan ekonomi sangat tergantung dengan uang dan modal. Dalam ekonomi
konvensional, tidak adanya perbedaan antara uang dan modal. Namun dalam konsep
ekonomi Islam, uang dan modal merupakan sesuatu yang berbeda. Dimana uang
adalah milik masyarakat, sedangkan modal adalah milik individu. Jadi barang
siapa yang menimbun uang (atau membiarkan tidak produktif) berarti akan
memberikan pengaruh negatif terhadap perekonomian nasional. Sedangkan modal
adalah milik pribadi. Dalam Islam, modal adalah objek zakat. Jadi kalau
modalnya tidak diproduktifkan akan habis digerogoti oleh zakat. Resiko dapat
diminimumkan dengan melakukan qard (meminjamkan modal) tanpa mengambil
imbalan apapun kecuali dengan kerjasama dengan sistem bagi hasil.
Transfer Dana Dalam Sistem Moneter Islam
Perputaran uang pada dasarnya adalah dari surplus unit kedefisit unit.
Dalam perputara ini bisa berbentuk transaksi bisnis dengan sistem bagi hasil
ataupun transaksi tabarru’ tidak mengharapkan imbalan.. Inti mekanisme bagi
hasil pada dasarnya terletak pada kerja sama yang baik antara shahibul mal
dengan Mudharib. Kerja sama merupakan karakter dalam masyarakat
ekonomi Islam. Kondisi ini dapat dilihat pada hubungan antara kaum muhajirin
dan kaum anshar.
Kerja sama ekonomi harus
dilakukan dalam semua lini kegiatan ekonomi, yaitu: Produksi, distribusi barang
maupun jasa. Salah satu bentuk kerja sama dalam bisnis islam adalah Qirad atau
Mudharabah. Qirad atau Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik
modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau tenaga
dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau proyek usaha. Melalui Qirad atau
Mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak mendapatkan bunga, tetapi
mendapatkan bagi hasil atau profit dan loss sharing dari proyek
ekonomi yang disepakati bersama.
Dalam
era modern ini kegiatan ekonomi tidak bisa lepas daari peran lembaga keuangan.
Lembaga keuangan (bank) sebagai lembaga perantara antara pihak surplus dana
kepada pihak minus dana menjalankan fungsi[6]:
1.
Pengumpulan
Dana
Kegiatan ini
dilakukan dengan memberikan jasa simpanan/tabungan yang bentuknya bisa terikat
dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan
dan penarikannya.
Adapun akad
yang melandasi kegiatan simpanan ini:
a.
Simpanan
wadiah,
Merupakan
titipan dana yang tiap waktu dapat ditarik pemiliknya atau anggota dengan cara
mengeluarkan semacam surat berharga pemindahbukuan/transfer dan perintah
membayar lainnya. Simpanan wadiah dikenakan biaya administrasi namun oleh
karena dana yang dititipkan diperbolehkan diputar oleh pengelola, maka
penyimpan dana akan mendapat bonus sesuai dngan jumlah dana yang berperan dalam
pembentukan keuntungan bagi pengelola.
b.
Tabungan
Mudharabah
Tabungan
pemilik dana yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpanan mudharabah tidak
diberikan bunga namun bagi hasil.
2.
Penyaluran
dana
Lembaga keuangan (Bank) islam juga merupakan lembaga bisnis dalam rangka
memperbaiki perekonomian umat. Sehingga dana yang dikumpulkan harus disalurkan
dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan.
Pinjaman dana kepada anggota disebut pembiayaan. Pembiayaan merupakan
fasilitas yang diberikan lembaga keuangan (bank) Islam kepada masyarakat yang
membutuhkan untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh lembaga keuangan
islam tersebut dari masyarakat yang surplus dana.
Dari sudut pandang makroekonomi, pinjaman tanpa bunga akan menciptakan
suatu sistem efisiensi dana untuk produksi atau konsumsi dengan asumsi yang
meminjamkan dan yang meminjam memiliki informasi yang sempurna. Dana pinjaman
ini biasanya dibayar tepat waktu dan tanpa biaya administrasi. Oleh karena itu,
sistem ini mendorong peningkatan kesejahteraan umum dan ekspansi agregat
supply.
Jenis pembiayaan yang dilakukan oleh bank islam:
a. Pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil (BBA)
Pembiayaan yang berakad jual beli. Perjanjian antara bank Islam dengan
nasabah, dimana Bank Islam menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau
pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudia proses pembayarannya
dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan
oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang dan marjin keuntungan yang
disepakati.
b.
Pembiayaan
Murabahah (MBA)
Pembiayaan
berakad jual beli. Pembiayaan ini merupakan kesepakatan antara Bank Islam sebagai
pemberi modal dan nasabah (Debitur) sebagai peminjam. Prinsipnya sama
dengan pembiayaan Bai’u Bithaman Ajil, hanya saja pengembaliannya dibayarkan
pada saat jatuh tempo pengembaliaannya.
c.
Pembiayaan
Mudharabah (MDA)
Pembiayaan
dengan akad syirkah. Perjanjian pembiayaan antara Bank Islam dan nasabah dimana
Bank menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya
mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
d.
Pembiayaan
Musyarakah (MSA)
Pembiayaan
dengan akad syirkah. Penyertaan Bank Islam sebagai pemilik modal dalam suatu
usaha yang resiko dan keuntungan ditanggung bersama dan berimbang.
e.
Pembiayaan
Al-Qordhul Hasan (QH)
Pembiayaan dengan akad ibadah. Suatu bentuk perjanjian pembiayaan antara
Bank Islam dengan Nasabah. Hanya nasabah yang dianggap layak yang mendapat
pembiayaan ini.
f.
Al Ijarah
Merupakan
talangan dana sepenuhnya kepada nasabah dalam rangka untuk pengadaan barang
ditambah dengan keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa tanpa
diakhiri dengan kepemilikan. Bank sebagai leasor memberikan kesempatan
kepada nasabah untuk memperoleh manfaat dari barang yang disewa untuk jangka
waktu tertentu, dengan ketentuan nasabah akan membayar sejumlah uang pada waktu
yang disepakati bersama. Apabila habis jangka waktunya, barang yang menjadi
objek ijarah tetap menjadi milik bank.
g.
Ba’iu
Takjiri
Merupakan
pembiayaan penuh yang merupakan talangan dana untuk pengadaan barang ditambah
keuntungan yang disepakati dengan sistem pembayaran sewa yang di akhiri dengan
kepemilikan. Prinsipnya hampir sama dengan sewa beli. Setelah habis pembayaran
sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan maka objek atau barang yang
disewabelikan tersebut menjadi milik nasabah.
Selain dalam bentuk pembiayaan penyaluran tabungan dalam investasi adalah infaq
dan wakaf. Sebab keduanya mengandung unsur
religi dan spiritual.
Praktek bisnis yang dilarang:
Sudah menjadi syarat utama dalam
transaksi adalah harus bebas dari larangan-larangan syariah islam. Dalam
bukunya adiwarman karin disebutkan bahwapenyebab terlarangnya transaksi terbagi
menjadi tiga kategori[7]
1. Haram zatnya; transaksi dilarang karena objek yang ditransaksikan haram.
Seperti daging babi, khamr, dll
2. Haram selain zatnya, karena melanggar prinsip suka rela contohnya tadlis,
ihtikar, kedua karena melangar prinsip tidak mendhalimi dan didholimi seperti
rekayasa pasar, bai najasy, taghrir/ gharar, dan riba
3. tidak sah/ lengkap akadnya, faktor faktor tidak lengkapnya akad yang ada
seperti berikut; rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadinya ta’alluq,
dan terjadinya two in one
Aset
Investasi
Menurut hukum Islam, pada prinsipnya setiap sesuatu dalam muamalah adalah
diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariah. Hal ini didukung oleh Al-Qur’an, Hadist, dan pendapat ulama:
a. Dr. Wahbah az-Zuhaily mengatakan, “Dan setiap syarat yang tidak
bertentangan dengan dasar-dasar syariah dan dapat disamakan hukumnya
(qiyas) dengan syarat-syarat yang sama.”
b. Mazhab Hambali dan para fuqaha lainnya menerangkan, bahwa “Prinsip dasar
dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh
diadakan, selama tidak dilarang oleh syariah atau bertentangan dengan nash
syariah”.
c. QS.An-Nisa:29, “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”
d. HR.A bud dawud, Ibn Majah, dan Tirmizi dari Amru bin ‘Auf), Rasulullah
memberikan acuan bagi para umatnya dalam melakukan transaksi atau akad sebagai
berikut: “Perdamaian itu boleh antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Orang-orang Islam wajib
memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati, kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram”.
Pasar penghubung Unit Defisit dengan Unit Surplus
Pada dasarnya kegiatan transaksi yang dilarang dalam operasionalisasi Bank
Islam adalah seolah-olah melakukan jual beli atau sewa-menyewa uang dari bentuk
mata uang yang sama dengan memperoleh keuntungan darinya.
Namun dalam islam ada Pasar modal (Stock Market), menurut iqbal dan
khan mengenai pasar saham dalam kapitalis:
“Suffer from
erratic fluctuation and low rates of divided which make them less attractive
than no-risk, fixed return bonds”
Hal ini tidak dapat diterima karena dalam ekonomi islam dimana equity
financing sangat dianjurkan. Hal ini diperlukan untuk menjamin bahwa
pengusaha dapat meningkatkan kecukupan modal ekuitasnya tanpa kesulitan, dan
investor dapat menjual sahamnya dan melakukan share dimana mereka
membutuhkan likuiditas. Larangan Riba dapat dijadikan alat untuk menanggulangi
terjadinya spekulasi, sehingga dapat memperkecil terjadinya fluktuasi harga
saham.
Lembaga Keuangan (Lembaga Intermediasi)
Lembaga keuangan adalah ini bebas bunga atau lembaga keuangan yang
menggunakan sistem bagi hasil.
Adapun lembaga keuangan islami yang sedang berkembang:
1.
Perbankan
Islam
2.
Asuransi
3.
Leasing
(Ijarah)
4.
Pegadaian
Syariah (Rahn)
5.
Reksadana
Syariah
6.
DPLK Syariah
7.
BMT Koperasi
Syariah
Perbankan
Islam
Bank
Islam adalah bank yang beroperasi tidak mengandalkan bunga. Dimana baik
operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist.
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan
dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.
Bank sentral harus menjadi kunci
dari sistem perbankan Islam karena melalui usahanya yang kreatif dan hati-hati
sistem keuangan dan perbankan Islam dapat mengaktualisasikan dirinya. Bank
sentral adalah lembaga yang dipercaya mengelola persediaan uang dengan
melibatkan masalah fiat money seperti halnya pengawasan bank komersial.
Bank sentral akan menentukan program tahunan pertumbuhan persediaan uang yang
diharapkan sesuai dengan tujuan ekonomi nasional, Jika melihat dari sejarah[8]:
a. Pada masa Pemerintahan khalifah Ali melakukan pencetakan uang dalam jumlah
terbatas
b. Pada masa daulah mu’awiyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan (75 H/695
Masehi) mencetak dirham khusus bercorak islam, dengan lafadz-lafadz islam yang
ditulis dengan huruf arab gaya kufi. Dengan demikian, dinar persia tidak
digunakan lagi. Barulah pada zaman Abdul Malik (76 Hijriyah) pemerintah
mendirikan tempat percetakan uang di Daar Idjard. Suq ahwaj, Sus, Jay, Manadar,
Maisan, Rai, Abarkubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir
dengan kontrol pemerintah.
c. Pada masa Daulah Abasiyah II, Pemerintahan Kirbugha dan Zahir Barkuk
pencetakan fullus tidak dikontrol sehingga menimbulkan inflasi dan memperburuk
kondisi keuangan pemerintahannya.
Kegiatan dan usaha Bank terkait dengan komoditas:
a.
Memindahkan
uang
b. Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
c.
Mendiskonto
surat wesel, surat order maupun surat berharga lainnya.
d.
Membeli dan
menjual surat-surat berharga
e.
Membeli dan
menjual cek, surat wesel, kertas dagang
f.
Memberi
jaminan bank
Ciri-ciri
bank Islam:
1.
beban biaya,
Beban biaya
yang disepakati diantara para pihak untuk transaksi pembiayaan: Al-Qardul
Hasan, digunakan istilah biaya administrasi atau biaya pelayanan. Sedangkan
untuk pembiayaan al-Bai’u Bithaman Ajil dan al-Murabahah digunakan istilah
margin keuntungan. Hal ini berarti:
a. Besarnya beban biaya tidak kaku dan dapat dilakukan tawar menawar dalam
batas-batas yang wajar.
b. Beban biaya hanya dikenakan sampai batas waktu yang telah disepakati
bersama dalam suatu kontrak baru untuk menyelesaikannya.
2.
Tidak
menggunakan persentase
Dalam hal
pembebanan kewajiban membayar dalam semua kontrak bank Islam selalu
menghindarkan penggunaan percentase. Sebab penggunaan persentase mempunyai
potensi besar untuk melipatgandakan secara otomatis beban biaya dan pokok
pinjaman yang karena sesuatu hal terlambat membayar.
3.
Tidak ada
keuntungan yang pasti
Pada
dasarnya yang dilarang dalam kegiatan mu’amalah adalah mencantumkan keuntungan
yang pasti ditetapkan pada waktu dilakukan aqad pembiayaan. Sedangkan yang
diperkenankan dalam siistem mu’amalah Islami adalah kontrak yang dilakukan baik
dalam bentuk pembiayaan al-mudharabah maupun al-musyarakah yang hakikatnya
merupakan sistem yang didasarkan pada penyertaan dengan sistem bagi hasil.
4. Dalam simpanan digunakan prinsip al-wadi’ah
Kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, oleh
penabung dianggap sebagai titipan, sedangkan pihak bank menganggapnya sebagai
barang titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang
dibiayai oleh Bank Islam. Itulah sebabnya penabung berhak atas bagi hasil dari
keuntungan yang didapat dari usaha bank.
5. Jual beli uang yang sama dilarang
Menurut Al-Ghazali, uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi
ia dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi
uang bisa merefleksikan semua harga.
6.
Jaminan
keberadaan terhadap utang
Lazimnya
pada bank konvensional bahwa jaminan kebebasan terhadap utang dari pemberian
pinjaman merupakan hal yang sangat menentukan dalam persetujuan pemberian
pinjaman. Sebaliknya dalam bank Islam, dalam memberikan pembiayaan tidak
mengutamakan jaminan kebendaan kepada peminjam. Sebab barang yang ditalangi
pembeliannya oleh bank masih menjadi milik bank sepenuhnya selama utang
peminjam belum lunas.
7.
Pendapatan
non halal
Sebagaimana kehidupan masyarakat yang heterogen. Maka apabila ada
pendapatan bank islam yang tidak halal, maka seperti yang dilakukan Islamic
Development Bank, maka hasil transaksi tersebut dimasukkan ke “Rekening
non-halal” yang penggunaannya diperuntukkan bagi masyarakat muslim yang terkena
musibah, atau kebutuhan masyarakat lainnya yang bersifat sosial.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Siamat, Dahlan, Manajemen
Lembaga Keuangan Edisi ke tiga, Lemb.Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2001
Muhammad, Drs., Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam,
Penerbit Salemba empat, 2002
Syafi’I Antonio, muhammad., Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Penerbit Gema Insani Press, 2001
Chapra, M. Umer. Prof. Dr., Alqur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil,
terj. Dana bhakti prima yasa. Yogyakarta. 1997
Zulkifli, Sunarto. Panduan praktis transaksi perbankan syariah.
Zikrul Hakim. Jakarta. 2003.
IBI. Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah.
Djambatan. Jakarta. 2002
Latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis., Perbankan syariah; rinsip
praktet prospek. Ed terj. Serambi. Jakarta. 2001
[1]
Syafi’I Antonio, muhammad., Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Penerbit Gema Insani Press, 2001
[6]
Sunarto zulkifli. Panduan praktis transaksi perbankan syariah. Hal 59-112., IBI. Konsep, produk dan implementasi oprasional bank syariah. Hal 55-247.
latifa. M. Alqoud dan Mervyn K. Lewis., Perbankan
syariah; rinsip praktet prospek. Hal 77-93