Kamis, 11 Oktober 2012

Bank Syariah Dalam Teori dan Peraturannya


Bank Syariah Dalam Teori dan Peraturannya

Allah S.W.T. menciptakan manusia dan segala isinya yang ada di muka bumi ini dan memberikan petunjuk melalui Rasul-Nya yang berisi ketentuan akan ketuhanan (aqidah), budi pekerti manusia (akhlak), aturan main dalam kehidupan manusia (syariah).
Aqidah dan Akhlak merupakan ketentuan yang sifatnya konstan dan tidak dapat  diubah-ubah,  sedangkan  Syariah  merupakan  ketentuan  yang  dapat berubah karena disesuaikan dengan kebutuhan dan peradaban umat manusia melalui proses ijtihad. Syariah Islam yang dibawa oleh Rasullullah Muhammad S.A.W. bukan hanya menyeluruh tetapi juga universal, sehingga syariah Islam mempunyai keunikan sendiri.
Syariah memiliki cakupan yang sangat luas dan fleksibel, syariah juga dapat digunakan oleh orang-orang yang non-muslim, jadi tidak hanya orang muslim saja yang menggunakan syariah Islam.
Dalam kehidupan sosial (muamalah) hukumnya boleh sampai larangan (bukannya haram), dimana terdapat prinsip kemudahan bukan kehati-hatian dan harus didasarkan dengan hal yang masuk akal serta dapat dikembangkan, karena ketentuan tentang muamalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunah hanya sedikit yang menjelaskan mengenai hal tersebut.
1.    Ekonomi Islam
Islam merupakan suatu pandangan atau cara hidup yang mengatur
semua sisi kehidupan manusia,13  karena tidak ada satu aspek pun yang
terlepas dari ajaran Islam, begitu pula pada aspek ekonomi. Ekonomi Islam
merupakan   aspek   dalam   kehidupan   manusia   yang   bertujuan   untuk
kesejahteraan umat yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunah.
Definisi  ekonomi  Islam  yang  dikemukakan  oleh  Dr.  Muhammad Abdullah Al-Arabi, yaitu :
“Ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan  dari  Al-Qur’an  dan  As-Sunah,  dan  merupakan  bangunan ekonomi yang kita dirikan di atas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa”.
ekonomi Islam diniatkan dan dijalankan untuk mendapat keridhaan dari Allah S.W.T., selain itu ekonomi Islam tidak hanya untuk memperoleh keuntungan semata  tetapi  juga  untuk  memakmurkan  bumi  dan  mempersiapkan  diri terhadap apa yang Allah S.W.T.  amanatkan kepada manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, karena dalam ekonomi Islam tidak hanya diawasi secara umum oleh pengawas yang ada di dunia yang sesuai dengan bidangnya tetapi juga adanya pengawas yang lebih ketat dan lebih aktif, yaitu berasal dari hati nurani yang timbul dari ketaatan terhadap Allah S.W.T., perhitungan dan pertanggungjawaban di akhirat terhadap apa yang telah dilakukan manusia di dunia.
Dalam ekonomi Islam terdapat asas-asas hukum yang mengaturnya, yaitu
a.    Kebebasan Berusaha
Allah S.W.T. telah memberikan kemudahan kepada manusia untuk memanfaatkan dan berusaha dari apa yang ada di bumi dan sematamata  untuk  mendapat  anugerah  dari  Allah  S.W.T.    Islam  tidak membatasi manusia untuk berusaha guna memperoleh kehidupan yang layak sesuai dengan keahlian, kemampuan, keterampilan dari manusia itu sendiri, baik dengan mengelola maupun menggali kekayaan alam yang ada di air, udara dan darat.
b.    Pengharaman Riba
Riba menurut pengertian bahasa arab adalah az-zaidah (tambahan), jadi maksud dari riba adalah tambahan dari harga pokok baik sedikit maupun banyak.
c.    Pengharaman Jual Beli yang mengandung sifat penipuan
Dalam bahasa arab disebut Bai’u Al-Gharar, artinya suatu yang tidak diketahui pasti, benar atau tidak, karena tergantung dari hal yang belumpasti atau kadang-kadang tidak.
d.    Pengharaman penyalahgunaan pengaruh untuk mencari harta.
e.    Pengharaman pemborosan dan kemewahan.
f.     Pengharaman penimbunan harta.

2.    Riba dan Interest (Bunga)
Dalam Islam mengambil riba adalah hal yang dilarang, karena dapat menimbulkan sifat rakus, bakhil,16 dan mementingkan diri sendiri, sehingga Allah S.W.T. melarang riba dan menganjurkan sedekah. Larangan riba yang Allah  S.W.T.  perintahkan,  sebagaimana  tercantum  dalam  ayat-ayat  AlQur’an, yang artinya sebagai berikut ;
a.    “Orang-orang  yang  memakan  (mengambil)  riba  tidak  dapat  berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berpendapat bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba.  Orang-orang  yang  telah  sampai  kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya   mengenai   apa   yang   telah   diambilnya   dahulu   sebelum datangnya larangan ini dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulanginya (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal didalamnya”. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang selalu dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (Al-Baqarah ayat 275 dan ayat 276)
b.    “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Ar-Rum ayat 39)
Secara harfiah dari kata riba, maka riba berarti tambahan (az-ziyadah), berkembang (an-numuw), meningkat (al-irtifa’) dan membesarkan (al-uluw),17 jadi dengan kata lain, riba dapat diartikan adalah tambahan yang berasal dari pinjaman ataupun jual beli yang mana perolehannya dilakukan secara batil yang tidak sesuai dengan ajaran syariah Islam.
Riba sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: riba hutang piutang dan riba jual beli. Riba jual beli berkaitan dengan penulisan tesis ini. Untuk riba jual beli dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a)    Riba  Fadhl  adalah  riba  terjadi  dimana  dalam  keadaan  pertukaran barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan adalah termasuk barang ribawi.
b)    Riba Nasi’ah adalah riba terjadi karena penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi juga. Jenis riba ini muncul karena perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang akan diserahkan kemudian.
Kaitannya dengan bank konvensional yang memungut bunga dalam transaksi  perbankan  dan  bunga  yang  ada  pada  bank  konvensional  ini membuat sebagian orang masih meragukan apakah bunga (interest) itu termasuk dalam kategori riba.
Interest secara harafiah diartikan sebagai uang tambahan yang dibayar atas dipinjamkannya  uang  terhadap  peminjam.  Jadi  dapat  disimpulkan bahwa Interest adalah keuntungan yang diharapkan oleh pemberi pinjaman atas peminjaman barang atau uang (mutuum).
Bunga sama dengan riba yang mana keduanya adalah tambahan yang diperoleh secara  bathil  dan  berakibat  buruk,  baik  dalam  segi  ekonomi maupun segi sosial.
Dampak riba dalam segi ekonomi adalah yang disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga dimana semakin tinggi suku bunga maka semakin tinggi pula harga yang ditetapkan dalam suatu barang dan dampak lainnya bahwa utang dengan tingginya tingkat suku bunga maka membuat peminjam tidak terlepas dari ketergantungan apalagi kalau bunga atas utang tersebut dibungakan.
Dampak riba dalam segi sosial adalah dengan ditetapkannya bunga maka seseorang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola itu pasti untung sedangkan bagi orang beragama menyadari bahwa tidak ada yang dapat memprediksikan hari esok dengan pasti untung atau rugi.
3.    Bagi Hasil
Pada Bank Syariah keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari transaksi perbankannya yang disebut bagi hasil.  Bagi hasil pada bank syariah ini berbeda dengan bunga (interest) yang digunakan dalam transaksi perbankan pada umumnya.
Sekilas terlihat persamaan antara bunga dengan bagi hasil, yaitu samasama  memberikan  keuntungan  bagi  pemilik  dana,  tetapi  sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat jelas dan nyata. Mengenai perbedaan antara bunga dan bagi hasil dapat kita lihat dari tabel dibawah ini :
no
bunga
Bagi hasil
1
Penentu  bunga  dibuat  dengan perjanjian yang menjamin suatu keuntungan
Penentu  besarnya  rasio  nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad yang berpedoman bahwa kemungkinan bisa untung maupun
rugi.
2
Besarnya prosentase berdasarkan jumlah modal yang dipinjamkan.

Besarnya bagi hasil berdasarkan keuntungan  yang  diperoleh  dari transaksi yang dilakukan.
3
Pembayaran bunga tetap sesuai Dengan yang diperjanjikan semula   tanpa   melihat   apakah usaha   yang   dijalankan   oleh debitor itu untung atau rugi
Perolehan bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha yang
dijalankan, apabila untung maka
bank  dan  pengguna  dana  akan
sama-sama  untung,  begitu  juga
sebaliknya.

4
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun usaha tersebut memperoleh laba tinggi.

Jumlah bagi hasil meningkat pada
saat usahanya mengalami peningkatan dari jumlah pendapatannya
5
Eksistensi    bunga    diragukan,termasuk menurut hukum ekonomi Islam.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasilnya

4.    Perbankan Syariah

Hadirnya Bank Syariah ditujukan untuk dapat mendorong kemajuan
ekonomi   suatu   masyarakat   dengan   melakukan   kegiatan   perbankan,
financial, komersial dan investasi yang sesuai dengan ajaran Islam dan
didasari oleh larangan atas bunga pada setiap transaksinya, adanya prinsip kemitraan, tidak hanya mencari keuntungan semata, pembinaan manajemen keuangan   pada   masyarakat,   mengembangkan   kompetisi   yang   sehat, menghidupkan lembaga zakat, pembentukan
ukhuwah 18 dengan lembaga Islam lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Bank  Syariah  mempunyai  ciri-ciri  khusus  yang  berbeda  dari  bank konvensional, ciri-ciri tersebut adalah :
a.    Beban biaya disepakati pada waktu akad diwujudkan dalam jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan tawar menawar dalam harga yang wajar.
b.    Menghindari  penggunaan  persentase  dalam  hal  kewajiban  untuk melakukan pembiayaan, karena persentase melekat pada sisa utang walaupun batas waktu akad telah berakhir.
c.    Dalam   pembiayaan   proyek,   Bank   Syariah   tidak   menetapkan perhitungan keuntungan yang pasti dimuka, karena yang tahu proyek
itu untung dan rugi hanya Allah S.W.T., oleh karenanya pembiayaan
proyek yang dilakukan Bank Syariah atas dasar penyertaan modal (Al-
Mudharabah).
d.    Penyertaan dana masyarakat pada deposito atau tabungan dianggap sebagai  titipan (Al-Wadiah)  yang  diamanatkan  kepada  bank  untuk penyertaan dalam proyek-proyek yang berdasarkan prinsip syariah.
e.    Bank Syariah tidak melakukan jual beli atau sewa menyewa uang, tapi memberikan pinjaman dengan prinsip syariah dalam bentuk pengadaan barang.
f.     Adanya pos pendapatan yang berupa “rekening tampungan” sebagai hasil   transaksi   dari   denda-denda   keterlambatan   kewajiban   para nasabah-nasabah pembiayaan dan pendapatan ini digunakan untuk keperluan sosial.
g.    Adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasional bank dari sudut syariah.
h.    Produk-produk Bank Syariah menggunakan istilah dari bahasa arab, misalnya; Al-Murabahah, Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Ijarah, AlQardul Hasan dan lain sebagainya, yang mana istilah-istilah ini dipakai dalam kitab fiqih Islam.
i.      Adanya produk khusus yang mana bank memberikan pembiayaan tanpa   beban,   dimana   nasabah   tidak   ada   kewajiban   untuk
mengembalikannya dan produk ini diperuntukan bagi orang miskin/yang
sangat membutuhkan dan untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.
j.      Fungsi kelembagaan Bank Syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu dana tersebut ditarik kembali sesuai dengan perjanjian.
5.    Peraturan-Peraturan Mengenai Perbankan Syariah
Peraturan-peraturan yang terkait dengan perjanjian pembiayaan dalam perbankan Syariah di Indonesia dan khususnya mengenai peraturan yang mengatur pembiayaan murabahah, adalah:
a.    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
b.    Undang-Undang  Nomor   10  Tahun      1998  tentang  Perubahan  atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
c.    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
d.    Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah  jo.  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  Nomor           13/DSN MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah jo. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam
Murabahah  jo.  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  Nomor 23/DSN MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.
e.    Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
f.     Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.