Rabu, 09 Mei 2012

Hawalah (Pemindahan Hutang)


Hawalah: adalah memindahkan hutang dari tanggungan uhiil (yang memindahkan) kepada tanggungan yang dijamin atasnya. 

Hukum hawalah: boleh.

Hikmah disyari'atkannya hawalah: 
Allah SWT mensyari'atkan hawalah sebagai jaminan harta dan menunaikan hajat manusia. Terkadang seseorang membutuhkan melepaskan tanggungannya kepada yang memberi pinjaman, atau menyempurnakan haknya dari yang telah diberinya pinjaman. Dan terkadang ia perlu memindahkan hartanya dari satu kota ke kota yang lain, dan memindahkan harta ini bukan perkara mudah. Bisa jadi karena susah membawanya, atau karena jauhnya  jarak, atau karena perjalanan tidak aman, maka Allah SWT mensyari'atkan hawalah untuk merealisasikan segala kebutuhan ini.

Apabila orang yang berhutang memindahkan hutangnya kepada orang yang kaya, ia harus memindahkan hutang. Dan jika ia memindahkannya kepada orang yang bangkrut dan ia tidak tahu, niscaya ia kembali menuntut haknya kepada yang (muhil) memindahkan hutang. Dan jika mengetahui dan ridha 
dengan pemindahan hutang atasnya, maka ia tidak boleh kembali baginya. Dan menunda-nunda pembayaran orang yang kaya adalah haram, karena mengandung kezaliman.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
"Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya adalah zalim. Dan apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang kepada orang yang kaya, maka hendaklah ia mengikuti." (Muttafaqun 'alaih).
Apabila hawalah telah sempurna, hak itu berpindah dari tanggungan muhil
(yang memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal 'alaih (yang dipindahkan hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.

Keutamaan memaafkan orang yang susah:
Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang dipindahkan atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang lebih utama.
Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda:
"Ada seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka apabila ia melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya, lewatilah (maafkanlah) ia, semoga Allah SWT memberi maaf kepada kita. Maka Allah SWT memberi maaf kepadanya." (Muttafaqun 'alaih).

Dhaman dan Kafalah


Dhaman adalah: menanggung kewajiban dari sesuatu yang wajib atas orang lain, disertai tetapnya sesuatu yang dijamin darinya.

Hukum dhaman: boleh karena mengandung kemaslahatan, bahkan terkadang diperlukan. Dhaman mengajarkan untuk saling membantu di atas kebaikan dan taqwa, menunaikan hajat seorang muslim dan melapangkan kesusahannya. 

Disyaratkan untuk sahnya dhaman: bahwa pemberi jaminan adalah orang yang boleh melakukan transaksi, ridha bukan terpaksa.

Dhaman sah dengan semua lafazh yang menunjukkan atasnya, seperti aku menjaminnya, atau aku menanggung darinya, atau semisal yang demikian itu.

Dhaman sah bagi setiap harta yang diketahui seperti seribu misalnya, atau yang tidak diketahui, seperti ia berkata, 'Aku menjamin untukmu hartamu atas fulan,' atau sesuatu yang dituntut dengannya atasnya, sama saja hidup yang dijamin darinya atau mati.

Apabila seseorang memberi jaminan atas hutang, yang berhutang tidak lepas (dari hutangnya), dan jadilah hutang itu atas keduanya secara bersama-sama, dan bagi yang memberi pinjaman (kreditor) boleh menuntut siapa saja dari keduanya yang dia kehendaki.

Yang memberi jaminan terbebas apabila kreditor telah mengambil semua haknya dari yang diberi jaminan atau ia membebaskannya.

Kafalah: yaitu mewajibkan orang yang cerdas dengan senang hati untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban harta untuk pemiliknya. 

Hikmah disyari'atkannya: memelihara hak-hak dan mendapatkannya. 
Hukum kafalah: boleh, ia termasuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

Apabila seseorang memberi jaminan untuk menghadirkan orang yang
berhutang, lalu ia tidak bisa menghadirkannya, ia berhutang apa yang wajib atasnya.

Kafil (pemberi jaminan) terbebas karena yang berikut ini: meninggalnya yang dijamin, atau yang dijamin menyerahkan dirinya sendiri kepada pemilik hak, atau binasa benda yang dijamin dengan perbuatan Allah SWT(tidak ada campur tangan manusia).

Barang siapa yang ingin safar, dan ia mempunyai tanggungan yang harus diselesaikan sebelum safarnya, maka yang memiliki hak boleh menghalanginya.Maka jika ia memberikan jaminan  penuh atau menyerahkan gadaian yang menutupi hutang saat jatuh tempo, maka ia boleh safar karena hilangnya bahaya.

Surat jaminan yang diterbitkan oleh bank-bank: Apabila baginya ada
penutup yang sempurna, atau jaminan itu didahului dengan menyerahkan
seluruh uang yang dijamin untuk mashraf, maka boleh mengambil upah atasnya sebagai imbalan pelayanan. Dan jika surat jaminan tidak ditutupi, maka tidak boleh bagi bank menerbitkannya dan mengambil upah atasnya. 

Qard (Memberi Pinjaman)


Qard Yaitu: menyerahkan harta untuk orang yang mengambil manfaat
dengannya dan mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya tanpa membayar karena mengharapkan pahala dari Allah SWT pada kedua cara itu.

Hikmah disyari'atkannya qaradh:
Qardh adalah pendekatan diri (kepada Allah SWT) yang dianjurkan kepadanya, karena telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan dan memenuhi kebutuhan mereka. Setiap kali kebutuhan itu lebih berat dan amal lebih ikhlas kepada Allah SWT, berarti pahalanya lebih besar, dan salaf memberlakukan seperti berlakunya separo sedekah.

Keutamaan memberi pinjaman:
Firman Allah SWT:
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245).
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya." (HR. Muslim).

Qardh (pinjaman) disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi yang meminjam. Dan setiap sesuatu yang sah menjualnya sah  meminjamkannya, apabila diketahui dan yang memberi pinjaman adalah orang yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas yang meminjam mengembalikan gantian sesuatu yang telah dipinjamnya, serupa pada yang ada serupanya, dan nilai pada yang lainnya.
Setiap pinjaman yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang diharamkan. Seperti seseorang meminjamkan sesuatu dan memberi syarat bahwa ia menempati rumahnya, atau meminjamkanya harta dengan bunga, seperti ia memberi pinjaman sebanyak  seribu dengan pengembalian seribu dua ratus setelah satu tahun. 
Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak merupakan
syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya unta
ruba'i, karena ini termasuk pembayaran yang baik dan akhlak yang mulia. Dan barang siapa yang memberi pinjaman kepada seorang muslim sebanyak dua kali, maka seakan-akan ia bersedekah satu kali kepadanya.
Dari Abu Rafi' r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW meminjam anak unta dari seorang laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta sedekah, maka beliau menyuruh Abu Ra'fi' r.a agar ia membayar unta kecil kepada laki-laki itu. Lalu Abu Ra'fi' r.a kembali kepadanya seraya berkata, 'Aku tidak mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau bersabda,
'Berikanlah ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik mereka ketika membayar pinjaman.'(HR. Muslim).2
. Boleh menggugurkan sebagian dari hutang yang bertempo karena
menyegerakannya, baik itu dengan permintaan pemberi pinjaman atau yang berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain yang wajib atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia menghendaki.

Keutamaan menunggu orang yang susah dan memaafkannya:
Menunggu orang yang susah (tidak mampu membayar hutang) termasuk akhlak yang mulia, yang lebih utama darinya adalah memaafkannya.
1. Firman Allah SWT:
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."  (QS. Al-Baqarah: 280).
2. Dari Abu al-Yasr r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang menunggu/menunda orang yang susah atau memaafkannya, niscaya Allah SWT menaunginya di bawah naungan-Nya." HR. Muslim.
Orang yang berhutang terbagi menjadi empat keadaan:
  • Ia tidak mempunyai apapun secara mutlak. Maka terhadap orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) wajib menundanya dan meninggalkan penagihan kepadanya.
  • Bahwa hartanya lebih banyak dari hartanya. Maka orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) boleh menagih hutangnya dan dilazimkan dengan pengadilan.
  • Bahwa hartanya sejumlah hutangnya, maka dituntut membayar hutangnya.
  • Bahwa hartanya lebih sedikit dari hutangnya, maka ini adalah orang yang bangkrut yang ditahan atasnya dengan tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman atau sebagian mereka, dan dibagi hartanya di antara orang-orang yang memberikan pinjaman menurut ukurannya. 

Wajib kepada orang yang meminjam uang agar berniat membayarnya, dan jika tidak (berniat membayarnya) niscaya Allah SWT memusnahkan hartanya, sebagaimana sabda Nabi SAW:
"Barang siapa yang mengambil harta manusia (berhutang, meminjam), ia ingin membayarnya niscaya Allah SWT menunaikan darinya, dan barang siapa yang mengambil karena ingin membinasakannya (menghabiskannya) niscaya Allah SWT memusnahkannya." (HR. al-Bukhari).