Minggu, 20 Mei 2012

JUAL BELI DAN RIBA

A.    Jual Beli
1.      Pengertian Jual Beli
Menurut etimologi, jual beli di artikan “Pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata lain dari al-bai’ adalah asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
a.       Menurut ulama Hanafiyah: “Pertukaran harta (benda) dengan harta kecuali dasar khusus yang dibolehkan.
b.      Menurut Imam an-Nawawi, dalam al-Majmu’, :”pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
c.       Menurut Ibnu Qudamah; “pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan  milik.”
1.      Landasan Jual Beli
      Jual beli disyari’atkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’, yakni:
a.       Al-Qur’an di antaranya:
 “Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.(QS. Al-Baqarah: 275)
b.      As-Sunnah, di antaranya:
Nabi saw., ditanya tentang mata pencaharian  yang paling baik. Beliau menjawab,”seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR. Bazzar)
c.       Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
2.      Rukun Jual Beli
Adapun rukun jual beli menurut jumhur Ulama ada empat, yaitu:
a.       Bai’ (penjual)
b.      Mustari (pembeli)
c.       Sighat (ijab dan qabul)
d.      Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).
3.         Syarat Jual Beli
Dalam jual beli terdapat empat macam syarat, yaitu:
a.       syarat terjadinya akad (in’iqad)
b.      syarat sahnya akad
c.       Syarat terlaksananya akad (nafadz)
d.      Dan syarat Lujum/lazim (kemestian)
Tujuan adanya syarat tersebut antara lain untuk menghindari pertentangan diantara manusia, menjaga kemaslahatan  orang sedang akad, menghindari jual beli gharar (terdapat penipuan), dan lain-lain.
4.         Hukum dan Sifat Jual Beli
Jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (sahih) dan jual beli yang dikategorikan tidak sah. Jual beli yang sah adalah jual beli yang memenuhi kekentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal.
5.      Jual Beli yang Dilarang dalam Islam
Jual beli yang dilarang dalam Islam sangat banyak dan menurut Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut:
Pertama, terlarang sebab ahliah (ahli akad)
    1. Jual beli orang gila
    2. Jual beli anak kecil kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele.
    3. Jual beli orang buta
    4. Jual beli terpaksa
    5. Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa sepengetahuan pemiliknya
    6. Jual beli orang yang terhalang, maksudnya terhalang karena kebodohan, bangkrut , ataupun sakit.
Kedua, Terlarang sebab sighat. Ulama fiqh telah sepakat atas sahnya jual-beli yang didasarkan pada keridhaan di antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian antara ijab dan Kabul; berada disuatu tempat, tidak terpisah dengan suatu pemisah, misalnya:
a.       Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad
b.      Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan Kabul
Ketiga,  terlarang sebab Ma’qud Alaih ( Barang Jualan), misalnya:
a.       Jual beli yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada.
b.      Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan.
c.       Jual beli gharar (mengandung penipuan)
d.      Jual beli barang yang najis, seperti Khamar
e.       Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
f.       Jual beli barang yang yang tidak ada di tempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
g.      Jual beli buah-buahan atau tumbuhan yang Belum matang. Akad yang seperti ini fasid menurut Ulama Hanafiyah dan batal menurut Jumhur ulama.
Keempat, Terlarang sebab syara’
a.       Jual beli riba, yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl  adalah fasid menurut ulama Hanafiyah dan batal menurt jumhur ulama
b.      Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
c.       Jual beli diwaktu azan jum’at  bagi laki-laki yang berkewajiban melaksanakan shalat jum’at.
d.      Jual beli anggur untuk dijadikan khamar
6.      Macam-macam Jual Beli
Menurut al-Juhaili dalam Rahmat Syafe’I membagi jual beli menjadi empat macam:
a.       Jual beli saham (pesanan), yaitu Jual beli melalui pesanan, yakni dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantara belakangan.
b.      Jual beli muqaydhah (barter). Jual beli dengan menukar barang dengan barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.
c.       Jual beli muthlaq , yaitu jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat penukaran, seperti uang.
d.      Jual beli alat penukar dengan alat penukar adalah  jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lannya, seperti uang perak dan uang emas.
Berdasarkan harga suatu barang, jual beli terbagi menjadi empat:
a.           Jual beli yang menguntungkan (al-Murabbahah)
b.           Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu jual beli dengan harga aslinya (at-tauliyah)
c.           Jual beli rugi (al-khasarah)
d.          Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridhai, jual beli yang seperti ini yang berkembang Sekarang.
B.     Riba
1.      Pengertian Riba
Menurut etimologi, riba berarti az-ziyadah (tambahan). Sedangkan riba menurut terminologi, ulama fiqh mendefinisikannya berikut ini.
a.          Ulama Hanabilah “ Riba adalah penambahan sesuatu yang dikhususkan.”
b.          Ulama Hanafiyah ”Riba        adalah tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran harta dengan harta.”
2.      Dalil yang Mengharamkan
Riba diharamkan berdasarkan al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’
a.           Al-Qur’an
  “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 278-279)
b.          As-Sunnah
“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw., bersabda, “tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan. Sahabat bertanya, ‘apakah itu, ya Rasulullah? ‘ jawab Nabi, (1) Syarik (mempersekutuhkan Allah); (2) Berbuat sihir 9tenung); (3) membunuh jira yang diharamkan Allah, kecuali yang hak; (4) Makan harta riba; (5) Makan harta anak yatim; (6) Melarikan diri dari perang jihad pada saat berjuang; (7) Menunduh wanita mukminat yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina.”(HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain Rasulullah saw., bersabda: “Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud r.a. bahwa rasulullah saw bersabda:. Telah melaknat pemakan riba, yang mewakilinya, saksinya, dan penulisnya.” (HR. Abu Daud)
c.           Ijma’
            Seluruh ulama sepakat mengharamkan riba
3.      Macam-macam Riba
                        Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid membagi riba menjadi dua bagian, yaitu riba Fadhl  dan riba nasi’ah , tetapi Ulama syafi’i menambahkan dengan Riba Yad.
a.          Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah. Jual beli yang disertai adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari lainnya. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram beras dengan satu setengah kilogram. Illat riba fadhl,  menurut ulama Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau ditimbang serta barang yang sejenis, seperti emas, perak, gandul, syair, kurma, garam, dan anggur. Jika terjadi penukaran barang-barang tersebut dan terdapat penambahan dari salah satunya, maka terjadilah riba fadhl.
b.          Riba Nasi’ah, ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Misalnya; seseorang meminjamkan uangnya Rp 100.000 dengan perjanjian mengembalikan Rp 125.000
c.           Riba Yad,  yaitu jual beli yang mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yaitu berpisahnya antara dua orang yang akan sebelum timbang terima. Menurut Ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang tampak dari utang.

4.      Ancaman terhadap dosa keji Riba
Perhatikanlah ayat-ayat di penghujung surah Al-Baqarah yang berbicara tentang riba, Allah swt berfirman:
275.  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276.  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
277.  Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279.  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280.  Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
281.  Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

Yusuf Al-Qardawi menguraikan ancaman-ancaman Allah dalam Al-Qur’an terhadap dosa keji riba, antara lain:
a.       Ilustrasi tentang para pemakan riba yang digambarkan sebagai orang yang tidak dapat berdiri secara benar, melainkan seperti orang yang kerasukan syetan
b.      Al-Qur’an masih membuka pintu ampunan Allah bagi orang yang ingin bertobat, setelah datangnya pemberitahuan dari Allah. Jika tidak, maka ancamannya kekal dalam neraka sebagai tempat kembali yang amat buruk.
c.       Ancaman Ilahi akan memusnahkan riba di satu sisi, dan janjinya yang akan menyuburkan sedekah di sisi lain.
d.      Al-Qur’an memerintahkan  agar melepas seluruh sisa-sisa riba (yang belum sempat dipungut) betapapun besarnya, sambil mengisyaratkan bahwa orang yang berpaling dari perintah Allah ini bukanlah orang beriman.
e.       Selanjutnya, Allah swt memberikan ancaman yang sangat keras yang lebih keras dari dosa seperti minuman keras. 
f.       Al-Qur’an mengakhiri pembicaraan tentang kasus riba ini dengan memperingatkan mengenai hari pertemuan dengan Allah Swt, yang pada hari itu tak seorangpun dapat menolong orang lain.
5.      Hikmah Diharamkannya Riba
Hikmah diharamkannya riba bukan sekedar untuk mencegah penganiayaan (perlakuan zalim) pihak kreditor (pemilik uang) terhadap debitor (peminjam). Akan tetapi hikmah yang sesungguhnya adalah bahwa tidak boleh melahirkan harta yang sama, uang tidak boleh melahirkan uang. Bahkan, harta seharusnya tumbuh dan berkembang dengan kerja dan memeras tenaga.