Kamis, 04 Oktober 2012

Prinsip Dasar Produk Perbankan Syariah


Prinsip Dasar Produk Perbankan Syariah
Prinsip-prinsip Dasar Prinsip titipan atau simpanan Al-wadi’ah
Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya. Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain. Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat masya-rakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank. Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank.

Prinsip bagi hasil (Profit-sharing) Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.

Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55–56 persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank. Dalam hal bank konvensional, angka tersebut kira-kira setara dengan 11-12 persen.Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp.30 juta diperoleh pendapatan Rp.5 juta/bulan. Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp.2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank.

Al-Musyarakah

Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.

Prinsip Al-Murabahah

Al-Murabahah adalah proses terjadinya jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap.

Perbedaan Bank Syariah Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan yang belaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bila diamati lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya.

Perbedaan pertama terletak pada akadnya.

Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.

Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan.

Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi.
Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar. Sedangkan bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.

Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/ pembiayaan.

Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut. Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah. Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Demikianlah ulasan kami kali ini seputar produk perbanak syariah. Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan dan alternatif sarana investasi.



Hukum Bunga Bank

Hukum bunga bank menurut jumhur ulama adalah haram sebab, ia jelas-jelas merupakan riba. Dalilnya adalah QS. 2 : 275. (Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba). Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta perederan uang yang beroperasi disesuai dengan prinsip-prinsip  syariah. Produk dalam Bank Syariah, misalnya: giro, tabungan, deposito, inkaso, transfer, Lc, surat berharga, safe deposit box, pembiayaan proyek, pembiayaan modal kerja, sewa, dsb.

Perbedaan Bank Syariah dan bank konvensional

1 Dari segi falsafah, bank syariah tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan gharar (ketidakjelasan). Sementara, bank konvensional berdasarkan bunga.
2 Dari segi operasional, dana masyarakat dalam bank syariah berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu. Sementara, pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo. Selain penyaluran bank syariak pada usaha yang halal dan menguntungkan. Sementara, penyaluran pada bank konvensional tidak mempertimbangkan unsur kehalalan.

3 Dari segi organisasi bank syariah memilih dewan pembina syariah. Sementara dalam bank konvensional, tidak.

Perbedaan bunga (dalam bank konvensional) dan bagi hasil (dalam bank syariah):
a. Penentuan bunga ditetapkan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Sementara, besarnya rasio bagi hasil ditentukan pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
b. Besarnya prosentase berdasarkan jumlah uang/modal yang dipinjamkan. Sementara, rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti dijanjikan tidak peduli apakah proyek yang dijalankan nasabah untung atau rugi. Sementara, dalam bagi hasil untung dan rugi ditanggung bersama.
d. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat meskipun jumlah keuntungan berlipat/keadaan ekonomi sedang boming. Sementara jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
e. Eksistensi bunga diragukan atau bahkan dikecam oleh umat Islam. Sementara, tidak ada yang meragukan bagi hasil.