Selasa, 15 Mei 2012

MAWARIS

A.        Mawaris
1.          Definisi al-Irts dan Ayat-ayat Mawarits
Dalam bahasa Arab, kata Al-Mirats adalah bentuk masdar dari waritsa-yaritsu-irtsatan-miratsan berarti mewarisi. Selanjutnya, ditinjau dari segi bahasa, pengertian al-mirats adalah perpindahan sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari satu kaum kepada kaum yang lain. Dengan  demikian, obyek kewarisan Sangat luas tidak hanya terbatas pada harta benda melainkan bisa juga berupa ilmu, kebesaran, kemuliaan, dan sebagainya.
Sedangkan ditinjau dari segi ilmu Fara’idh, pengertian al-mirats adalah perpindahan hak kepemilikan dari mayit (orang yang meninggal) kepada  ahli warisnya yang masih hidup, baik pemilikan tersebut berupa harta, tanah, maupun hak-hak lain yang sah.
Adapun dalam al-Qur’an telah dijelaskan tentang warisan:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa’: 11)

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(QS. Al-Nisa’: 12)

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. QS. An-Nisa’: 176

2.         Hak-hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan
Adapun hak-hak yang berkaitan dengan harta peninggalan secara berurutan adalah sebagai berikut:
  1. Mayat diurus (tajhiz) dan dikafani dengan biaya yang wajar dan diambil dari harta mayit. Yang dimaksud dengan tajhiz al-mayyit adalah satu tindakan yang diperlukan oleh mayat Sejak saat wafatnya hingga penguburannya.
  2. Hutang-hutang mayit kepada sesama manusia harus dilunasi. Dengan demikian, harta peninggalan tidak boleh dibagi-bagikan lepada ahli waris sebelum hutang-hutangnya dibayar.
  3. Wasiat mayit yang tidak lebih dari 1/3 dari jumlah seluruh harta peninggalannya dan diberikan lepada selain ahli waris harus dilaksanakan tanpa tergantung pada siapapun. Wasiat wajib dilaksanakan sesudah melunasi biaya tajhiz al-mayyit dan hutang-hutangnya.
  4. Sisa dari harta peninggalan (sesudah digunakan untuk keperluan di atas) dibagi-bagikan kepada para ahli waris sesuai dengan ketentuan al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’  ulama.
3.         Sistem Kewarisan dalam Islam
Syari’at Islam telah mengatur sistem kewarisan dengan cara yang terbaik, akurat, dan adil. Oleh karena itu Islam mengakui pemilikan pribadi atas atas harta benda yang didapatkan dengan cara yang sah. Ia pun mengakui perpindahan harta yang dimiliki seseorang di masa hidupnya kepada ahli warisnya sesudah wafatnya, baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan anak kecil dan orang dewasa.  Kitab al-Qur’an telah menjelaskan dengan lengkap dan sempurna hukum kewarisan dan hal ihwal setiap ahli waris, sehingga tidak ada celah bagi seseorang untuk menetapkan bagian warisan sesuai dengan kehendaknya sendiri.
Dalam syari’at Islam, tidak ada hukum yang dijelaskan oleh kitab suci Al-Qur’an Al-Karim dengan begitu mendetail dan terperinci seperti hukum kewarisan. Hal itu, tidak lain karena kewarisan merupakan salah satu cara terpenting dalam pemilikan harta, sedangkan harta sebagaimana telah diketahui merupakan sendi kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat dan dengannya berputarlah roda  kehidupan.
4.               Sebab-sebab Kewarisan
Seseorang berhak mewarisi harta warisan mayit ada tiga yaitu:
a.       Hubungan nasab (kerabat hakiki). Yaitu, ayah dan ibu,  anak-anak, saudara, paman (saudara lelaki ayah) dan sebagainya.
b.      Hubungan nikah.  Yaitu, akad pernikahan yang sah walaupun Belum pernah melakukan hubungan intim suami-istri atau tinggal berdua.
c.       Hubungan wala’ yang merupakan kerabat hukmi yang juga disebut wala’ al-itqi  atau wala’ an-ni’mah. Yaitu hubungan kekerabatan yang disebabkan karena memerdekakan hamba sahaya.

5.          Rukun-rukun Kewarisan
Adapun rukun-rukun kewarisan ada 3 yaitu:
a.       Al-Muwarrits (pewaris). Yaitu, mayit yang harta peninggalannya berhak diwarisi oleh orang lain (ahli waris) sesudah ia wafat.
b.      Al-Warits (ahli waris). Yaitu, orang yang berhak memperoleh pebagian harta warisan mayit karena mempunyai satu dari tiga sebab di atas, yakni ikatan nasab (darah/kekerabatan/keturunan), ikatan perkawinan, ataupun ikatan wala’ (memerdekakan hamba sahaya).
c.       Al-Mauruts (harta warisan). Yaitu sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit, baik berupa uang, tanah, bangunan, maupun yang lain.
6.            Syarat-syarat Kewarisan
Syarat-syarat kewarisan ada tiga yaitu:
            Pertama, wafatnya al-muwarrits, baik sebenarnya (haqiqatan) maupun dianggap dinyatakan telah meninggal (hukman)
Kedua, adanya kepastian masih hidupnya al-warits  (ahli waris) peda wahtu pewarits
Ketiga, mengetahui sisi kekerabatan dan jalur kewarisannya seperti ikatan suami istri, ikatan kekerabatan, dan tingkat kekerabatan.
7.          Hal-hal yang Mencegah Kewarisan
Hal-hal yang mencegah kewarisan ialah segala sesuatu yang menghalangi seorang ahli waris untuk mendapatkan hak waris, dan terdiri dari tiga hal:
a.          Hamba sahaya
b.         Pembunuhan. Apabila seorang ahli waris membunuh pewarisnya, maka ia tidak berhak memperoleh hak  harta warisan.
c.          Perbedaan Agama. Orang muslim tidak boleh mewarisi orang kafir, demikian pul sebaliknya. Rasulullah saw bersabda: “ Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir, demikian juga orang kafir tidak mewarisi orang muslim, “(HR. Muttafaq alaih)
8.         Kelompok Ahli Waris
            Pertama, Ahli waris dari kelompok laki-laki:
a)         Anak-laki-laki
b)         Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
c)         Ayah
d)        Kakek yang shahih dan seterusnya ke atas
e)         Saudara laki-laki sekandung
f)          Saudara laki-laki seayah
g)         Saudara laki-laki seibu
h)         Anak  lelaki dari saudara laki-laki sekandung
i)           Anak  lelaki dari saudara laki-laki seayah
j)           Saudara laki-laki ayah (paman) sekandung
k)         Saudara laki-laki ayah (paman) seayah
l)           Anak laki-laki dari paman sekandung
m)       Anak laki-laki dari paman seayah
n)         Suami
o)         Laki-laki yang memerdekakan hamba sahaya
Ahli waris dari kelompok perempuan, yaitu:
a)      Anak perempuan
b)      Ibu
c)      Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
d)     Nenek yang shahih dan seterusnya ke atas (ibu dari ibu)
e)      Nenek yang shahih dan seterusnya ke atas (ibu dari ayah)
f)       Saudara perempuan sekandung
g)      Saudara perempuan seayah
h)      Saudara perempuan seibu
i)        Istri
j)        Perempuan yang memerdekakan budak.
9.          Bagian-bagian waris yang Ditetapkan Al-Qur’an
a.       Yang berhak mendapat bagian setengah (1/2), yaitu:
b.      Yang berhak mendapat seperempat (1/4)
c.       Yang berhak mendapat seperdelapan (1/8)
d.      Yang berhak mendapat dua pertiga (2/3)
e.       Yang berhak mendapat sepertiga (1/3)
f.       Yang berhak mendapat seperenam (1/6)
Bagian-bagian Ahli Waris dan Syarat Kewarisannya
1.      Yang berhak Mendapat bagian setengah (1/2)
            Diberikan kepada lima ahli waris, yaitu: suami, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah. Masing-masing ahli waris harus memenuhi syarat:
            Pertama,  suami berhak memperoleh ½, dengan syarat, yaitu istrinya yang wafat tidak mempunyai anak atau cucu yang berhak mewarisi. Sebagaimana firman Allah Swt.:
  
“ Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak.” (QS. An-Nisa’: 12)
            Kedua, anak perempuan berhak ½ dengan syarat sebagai berikut:
a.       Ia tidak mempunyai saudara laki-laki yang mu’ashib, yaitu anak laki-laki mayit.
b.      Ia hanya seorang saja. Sebagimana firman Allah swt.:
        
“jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. (QS. An-Nisa’: 11)
            Ketiga, Cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat ½, dengan syarat:
a.       Ia tidak mempunyai saudara laki-laki mu’ashshib, yaitu cucu laki-laki dari anak laki-aki mayit.
b.      Ia seorang saja.
c.       Mayit tidak mempunyai anak kandung laki-laki atau perepuan.
            Keempat, Saudara perempuan sekandung berhak ½, dengan syarat:
a.       Ia tidak mempunyai saudara laki-laki mu’ashshib, yaitu saudara laki-laki mayit sekandung.
b.      Ia hanya seorang saja.
c.       Mayit tidak mempunyai anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dan orang tua laki-laki (ayah atau kakek).

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.”(QS. An-Nisa’: 176)
            Kelima, Saudara perempuan seayah, berhak memperoleh ½, dengan syarat:
a.       Ia tidak mempunyai saudara laki-laki mu’ashshib, yaitu saudara laki-laki seayah.
b.      Ia hanya seorang saja.
c.       Mayit tidak mempunyai anak atau cucu (laki-laki atau perempuan) dan orang tua laki-laki (ayah atau kakek).
d.      Mayat tidak mempunyai saudarA perempuan sekandung.
2.      Yang berhak Mendapat bagian Seperempat (1/4)
            Bagian ¼ diberikan kepada dua orang ahli waris, yaitu suami dan istri.
            Suami berhak mendapat ¼ jika istri yang wafat meninggalkan  anak atau cucu yang berhak mewriasi, baik anak yang berasal dari suami ini atau suami yang lain. Sebagaimana firman Allah Swt:

Jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya.”(QS. An-Nisa: 12)
            Sedang kan istri mendapat ¼ denga syarat suami yang wafat tidak mempunyai anak atau cucu yang berhak mewarisi, baik anak atau cucu tersebut berasl dari istri ini atau istri yang lain. Sebagaimana firman Allah Swt:
  
Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.” (QS. An-Nisa’: 12)
3.      Yang berhak Mendapat bagian  seperdelapan (1/8)
            Seorang atau bebrapa orang istri berhak memperoleh 1/8 jika suami yang wafat mempunyai anak atau cucu yang berhak mewarisi, baik berasl dari istri ini atau istri yang lain. Sebagaimana firman Allah Swt:

“Jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. “(QS. An-Nisa’: 12)
4.      Yang berhak Mendapat bagian dua pertiga (2/3)
            Bagian 2/3 diberikan kepada:
a.       Dua orang atau lebih anak perempuan berhak 2/3 dengan syarat mereka tidak memiliki saudara laki-laki mu’ashshib, atau anak laki-laki mayit. Sebagaimana firman Allah Swt:

“Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; (QS. An_nisa’: 11)
b.      Dua orang atau lebih cucu perempuan dari anak lelaki berhak mendapat 2/3 denga syarat:
1). Mayit tidak meninggalkan anak Bandung, baik laki-laki maupun perempuan.
2). Mayit tidak meninggalkan dua orang atau lebih anak kandung perempuan.
3). Mereka tidak mempunyai saudara laki-laki mu’ashshib (cucu laki-laki mayit yang satu tngkat dengan mereka).
c.       Dua orang atau lebih saudara perempuan sekandung berhak 2/3 dengan syarat sebagai berikut:
1). Tidak ada anak laki-laki, anak perempuan, ayah atau kakek (tidak pokok atau cabang).
2). Tidak ada saudara laki-laki mu’ashshib (saudara laki-laki sekandung).
3). Tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki, baik satu orang atau lebih. Sebagaimana firman Allah Swt:

Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan .”(QS. An-Nisa: 176)
d.      Dua orang atau lebih saudara perempuan seayah berhak 2/3 warisan dengan syarat sebagai berikut:
1). Tidak ada anak laki-laki, ayah, atau kakek (tidak ada pokok atau cabang).
2). Tidak ada saudara laki-laki seayah  mu’ashshib
3). Tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
4). Tidak ada saudara laki-laki atau saudara perempuan sekandung.
5.      Yang berhak Mendapat bagian sepertiga (1/3) diberikan kepada dua ahli waris, yaitu ibu dan para saudar seibu, baik laki-laki maupun perempuan yang jumlahnya dua orang atau lebih:
            Pertama, Ibu berhak 1/3 harta warisan dengan syarat:
1). Mayit tidak mempunyai anak atau cucu yang berhak mewarisi.
2). Mayit tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, baik sekandung seayah atau seibu, baik memperolah bagian warisan ataupun terhalang. Hal ini didasarkan pada firman Allah Swt:

“jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga.”(QS. An-Nisa’: 11)
Kemudian disusul dengan firman selanjutnya:

“jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.”(QS. An-Nisa’: 11)

            Kedua, Para sudara seibu (dua orang atau lebi), laki-laki atau perempuan berhak mendapat 1/3 dengan syarat, sebagai berikut:
1). Mayit tidak mempunyai orang tua (ibu atau bapak) dan anak. Inilah yang dimaksud cálala dalam al-Qur’an.
2). Jumlah mereka dua orang atau lebih, baik laki-laki semua, atau campuran. Dalilnya adalah firman Allah Swt:
“ jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.”(QS. An-Nisa’: 12)
6.      Yang berhak Mendapat bagian seperenam (1/6) adalah ayah, kakek yang shahih, ibu, cucu perempuan dar anak laki-laki, saudara perempuan seayah, nenek yang shahih, saudara seibu (laki-laki atau perempuan).
            Pertama, ayah mendapat 1/6 jika mayit mempunyai anak baik laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.”(QS. An-Nisa’: 11)
Dan cucu dari anak laki-laki dan seterusnya, kedudukannya sama dengan anak.
            Kedua, Kakek yang shahih berhak 1/6 warisan jika mayit mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, dengan syarat tidak ada ayah.
            Ketiga, Ibu berhak mendapat bagian 1/6 dengan syarat:
1). Mayit mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.”(QS. An-Nisa’: 11)
2). Mayit mempunyai beberapa orang saudara (dua orang atau lebih), baik laki-laki, perempuan, maupun campuran, baik sekandung, seayah, maupun seibu. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.”(QS. An-Nisa’: 11)
Keempat, Cucu perempuan dari anak laki-laki (satu orang atau lebih), berhak 1/6 dengan syarat:
1). Mayit hanya mempunyai seorang anak perempuan yang berhak memperoleh bagian ½.
2). Tidak ada anak laki-laki. Sebab, jika mayit mempunyai anak laki-laki, maka cucu perempuan atau laki-laki akan mahjub (terhalang).
3). Tidak ada anak perempuan yang berjumlah dua orang atau lebih yang lebih berhak memperoleh 2/3. Jika ada, maka cucu perempuan akan mahjub.
Kelima, Saudara perempuan seayah berhak 1/6 jika mayit mempunyai saudara perempuan sekandung.
Keenam, saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan jika hanya seorang berhak 1/6 dengan syarat mayit sudah tidak mempunyai anak (cucu ke bawa laki-laki atau perempuan)dan ayah (kakek ke atas) yang berhak mewarisi. Sebagaimana firman Allah Swt.:
“ jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta..”(QS. An-Nisa’: 12)
            Ketujuh, nenek yang shahih (seorang atau lebih, dari pihak ayah atau dari pihak ibu) berhak mendapat bagian 1/6 dengan syarat mayit sudak tidak mempunyai ibu. Jika nenek tersebut berjumlah dua orang, maka 1/6 dibagi dua secara sama rata.
           
 Berikut tabel ‘Ashhabul Furudh menurut Muhammad Ali Al-Sabouni dalam bukunya Hukum Kewarisan Menurut Al-Qur’an ( 266-268: 2005).
Ahli Waris
Jumlah
Bagian Warisan
Kondisi Ahli waris
Anak Perempuan
1 orang
½
Tidak anak laki-laki
2 orang atau lebih
2/3
Tidak ada anak laki-laki
‘ashabah
bil ghair
Ada anak laki-laki (komposisi 2;1)
Cucu perempuan dari anak laki-laki
1 orang
½
Tak  ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2 orang atau lebih
2/3
Tak  ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki

1/6
(pelengkap 2/3)
Hanya ada 1 orang anak perempuan dan tidak ada mu’ashib yang sederajat atau yang lebih tinggi
‘Ashabah bil ghair
Ada cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya.
(komposisi 2: 1)
Mahjub
1.  Anak laki-laki
2.  Ada lebih dari satu orang anak perempuan, kecuali bila bersama  cucu perempuan itu ada mu’ashibnya

Ahli Waris
Jumlah
Bagian Warisan
Kondisi Ahli waris
Saudara perempuan sekandung
1 orang
½
Tak ada anak atau cucu dari anak laki-laki, tidak ada ayah
2 orang atau lebih
2/3
Tak ada anak atau cucu dari anak laki-laki. Tidak ada ayah

‘ashabah
bil ghair
Ada saudara laki-laki sekandung (komposisi 2: 1).

‘ashabah
bil ghair
Ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki


Mahjub
7.Ayah
8. Anak laki-laki
9.Cucu laki-laki dari anak laki-laki

Ahli Waris
Jumlah
Bagian Warisan
Kondisi Ahli waris
Saudara perempuan sekandung
1 orang
1/2
§  Tidak ada ayah
§  Tidah ada anak atau cucu dari anak laki-laki
§  Tidak ada saudara sekandung
2 orang atau lebih
1/6
(pelengkap 2/3)
§ Tidak ada ayah
§ Tidah ada anak atau cucu dari anak laki-laki
§ Tidak ada saudara laki-laki sekandung
§ Tidak ada saudara perempuan sekandung yang bersama mu’ashibnya

‘ashabah
bil ghair
Ada saudara laki-laki seayah
 (komposisi 2: 1)

‘ashabah
bil ghair
Ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki

Mahjub
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4.  Saudara lelaki sekandung
5. saudara perempuan sekandung yang mendapat bagian ‘ashbh ma’al-hgair
6.  Ada lebih dari satu orang saudara perempuan sekandung yang tidak bersama dengan mu’ashinya


Saudara Seibu
1 orang
1/6
§ Tak ada ayah atau kakek
§ Tak ada anak atau cucu dari anak laki-laki
2 orang atau lebih
1/3
§ Tak ada ayah atau kakek
§ Tak ada anak atau cucu dari anak laki-laki

Mahjub
1.  Ayah atau kakek
2.  Anak atau cucu dari anak laki-laki

Ahli Waris
Bagian Warisan
Kondisi Ahli Waris
Ayah
1/6
Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari  anak laki-laki
1/6
Ada anak perempuan  atau cucu perempuan dari anak laki-laki
‘Ashabah bin-nafsi
Tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki
Ibu
1/6
1.  Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2.  ada lebih satu orng saudara sekandung, seayah atau seibu
1/3
1.   Tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
2.   Tidak ada saudara sekandung, seayah, ataupun seibu; yang jumlahnya dua orang atau lebih.
1/3
Ada ayah bersama suami atau istri
Suami
¼
Ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
½
Tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
Istri
1/8
Ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
¼
Tidak anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
Nenek
(Ibunya ibu)
1/6
Tidak ada ibu
Mahjub
Ada ibu atau nenek lain dari pihak ibu yang posisinya lebih dekat dengan pewaris
Nenek
(Ibunya ayah)
1/6
Tidak ada ayah
Mahjub
Ada ibu dan atau ayah atau nenek lain yang posisinya lebih dekat dengan pewaris
Kakek shahih
1/6
§  Tidak ada ayah
§  Tidak ada saudara kandung
Menempati posisi ayah
Bersama saudara dan tidak ada ayah
Mahjub
Ada ayah atau kakek lain yang posisinya lebih dekat dengan pewaris