Bank Syariah Dalam Teori dan Peraturannya
Allah S.W.T. menciptakan manusia dan segala isinya yang ada di muka bumi ini dan memberikan petunjuk melalui
Rasul-Nya yang berisi ketentuan akan ketuhanan (aqidah), budi
pekerti manusia (akhlak), aturan
main dalam kehidupan manusia (syariah).
Aqidah dan Akhlak merupakan
ketentuan yang sifatnya konstan dan tidak dapat diubah-ubah,
sedangkan Syariah merupakan
ketentuan yang dapat berubah
karena disesuaikan dengan kebutuhan dan peradaban umat manusia melalui proses ijtihad. Syariah Islam yang
dibawa oleh Rasullullah Muhammad S.A.W. bukan hanya menyeluruh tetapi juga
universal, sehingga syariah Islam mempunyai
keunikan sendiri.
Syariah memiliki cakupan yang sangat luas dan fleksibel,
syariah juga dapat digunakan oleh orang-orang yang
non-muslim, jadi tidak hanya orang muslim saja
yang menggunakan syariah Islam.
Dalam kehidupan sosial (muamalah) hukumnya
boleh sampai larangan (bukannya haram), dimana terdapat prinsip
kemudahan bukan kehati-hatian dan harus
didasarkan dengan hal yang masuk akal serta dapat dikembangkan, karena ketentuan tentang muamalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunah hanya sedikit yang menjelaskan mengenai hal tersebut.
1.
Ekonomi Islam
Islam merupakan suatu pandangan atau cara hidup yang
mengatur
semua sisi kehidupan manusia,13 karena tidak ada satu aspek pun yang
terlepas dari ajaran Islam, begitu pula pada aspek ekonomi. Ekonomi Islam
merupakan aspek dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk
kesejahteraan umat yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunah.
semua sisi kehidupan manusia,13 karena tidak ada satu aspek pun yang
terlepas dari ajaran Islam, begitu pula pada aspek ekonomi. Ekonomi Islam
merupakan aspek dalam kehidupan manusia yang bertujuan untuk
kesejahteraan umat yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunah.
Definisi
ekonomi Islam yang
dikemukakan oleh Dr.
Muhammad Abdullah Al-Arabi, yaitu :
“Ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum
ekonomi yang disimpulkan
dari Al-Qur’an dan
As-Sunah, dan merupakan
bangunan ekonomi yang kita dirikan di atas landasan
dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan
dan masa”.
ekonomi Islam diniatkan dan dijalankan untuk mendapat
keridhaan dari Allah S.W.T., selain itu ekonomi Islam tidak hanya untuk
memperoleh keuntungan semata tetapi juga
untuk memakmurkan bumi
dan mempersiapkan diri terhadap
apa yang Allah S.W.T. amanatkan kepada
manusia sebagai khalifah dimuka bumi
ini, karena dalam ekonomi Islam tidak hanya diawasi secara umum oleh pengawas
yang ada di dunia yang sesuai dengan bidangnya
tetapi juga adanya pengawas yang lebih ketat dan lebih aktif, yaitu berasal dari hati nurani yang timbul dari
ketaatan terhadap Allah S.W.T., perhitungan dan pertanggungjawaban di
akhirat terhadap apa yang telah dilakukan
manusia di dunia.
Dalam ekonomi Islam terdapat asas-asas hukum yang
mengaturnya, yaitu
a. Kebebasan Berusaha
Allah S.W.T. telah memberikan kemudahan kepada
manusia untuk memanfaatkan dan berusaha dari apa yang ada di
bumi dan sematamata
untuk mendapat anugerah
dari Allah S.W.T.
Islam tidak membatasi manusia untuk berusaha guna memperoleh
kehidupan yang layak sesuai dengan keahlian, kemampuan,
keterampilan dari manusia itu sendiri, baik dengan
mengelola maupun menggali kekayaan alam yang ada di
air, udara dan darat.
b. Pengharaman Riba
Riba menurut pengertian bahasa arab adalah az-zaidah (tambahan), jadi maksud dari riba adalah tambahan dari harga pokok
baik sedikit maupun banyak.
c. Pengharaman Jual Beli yang mengandung sifat
penipuan
Dalam bahasa arab disebut Bai’u Al-Gharar,
artinya suatu yang tidak diketahui pasti, benar atau tidak, karena
tergantung dari hal yang belumpasti atau kadang-kadang
tidak.
d. Pengharaman penyalahgunaan pengaruh untuk
mencari harta.
e. Pengharaman pemborosan dan kemewahan.
f. Pengharaman penimbunan harta.
2. Riba dan
Interest (Bunga)
Dalam Islam mengambil riba adalah hal yang dilarang,
karena dapat menimbulkan sifat rakus, bakhil,16 dan
mementingkan diri sendiri, sehingga Allah
S.W.T. melarang riba dan menganjurkan sedekah. Larangan riba yang Allah S.W.T.
perintahkan, sebagaimana tercantum
dalam ayat-ayat AlQur’an,
yang artinya sebagai berikut ;
a. “Orang-orang yang memakan
(mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berpendapat bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya mengenai
apa yang telah
diambilnya dahulu sebelum datangnya larangan ini dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulanginya (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal didalamnya”. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang selalu dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (Al-Baqarah ayat 275 dan ayat 276)
yang mengulanginya (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal didalamnya”. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang selalu dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (Al-Baqarah ayat 275 dan ayat 276)
b. “Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”. (Ar-Rum
ayat 39)
Secara harfiah dari kata riba, maka riba berarti
tambahan (az-ziyadah), berkembang (an-numuw), meningkat
(al-irtifa’) dan membesarkan (al-uluw),17 jadi dengan kata lain,
riba dapat diartikan adalah tambahan yang berasal dari pinjaman
ataupun jual beli yang mana perolehannya dilakukan secara batil yang tidak sesuai dengan ajaran syariah Islam.
Riba sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: riba
hutang piutang dan riba jual beli. Riba jual beli berkaitan dengan penulisan
tesis ini. Untuk riba jual beli dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a) Riba Fadhl
adalah riba terjadi
dimana dalam keadaan
pertukaran barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda sedangkan barang yang dipertukarkan adalah termasuk
barang ribawi.
b) Riba
Nasi’ah adalah riba terjadi karena penangguhan
penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi juga. Jenis
riba ini muncul karena perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan saat ini dengan yang akan diserahkan kemudian.
Kaitannya dengan bank konvensional yang memungut bunga
dalam transaksi perbankan dan
bunga yang ada
pada bank konvensional
ini membuat sebagian orang masih
meragukan apakah bunga (interest) itu termasuk
dalam kategori riba.
Interest secara
harafiah diartikan sebagai uang tambahan yang dibayar atas
dipinjamkannya uang terhadap
peminjam. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Interest adalah
keuntungan yang diharapkan oleh pemberi pinjaman atas
peminjaman barang atau uang (mutuum).
Bunga sama dengan riba yang mana keduanya adalah tambahan
yang diperoleh secara
bathil dan berakibat
buruk, baik dalam
segi ekonomi maupun segi sosial.
Dampak riba dalam segi ekonomi adalah yang disebabkan
karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah
suku bunga dimana semakin tinggi suku bunga maka
semakin tinggi pula harga yang ditetapkan dalam suatu
barang dan dampak lainnya bahwa utang dengan tingginya tingkat suku bunga maka
membuat peminjam tidak terlepas dari ketergantungan apalagi kalau bunga atas utang tersebut dibungakan.
Dampak riba dalam segi sosial adalah dengan ditetapkannya
bunga maka seseorang sudah memastikan bahwa usaha
yang dikelola itu pasti untung sedangkan bagi orang beragama menyadari
bahwa tidak ada yang dapat memprediksikan hari esok dengan pasti
untung atau rugi.
3.
Bagi Hasil
Pada Bank Syariah keuntungan yang diperoleh merupakan
hasil dari transaksi perbankannya yang disebut bagi
hasil. Bagi hasil pada bank syariah ini berbeda dengan bunga (interest) yang
digunakan dalam transaksi perbankan pada umumnya.
Sekilas terlihat persamaan antara bunga dengan bagi
hasil, yaitu samasama
memberikan keuntungan bagi
pemilik dana, tetapi
sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat jelas dan
nyata. Mengenai perbedaan antara bunga dan bagi
hasil dapat kita lihat dari tabel dibawah ini :
no
|
bunga
|
Bagi hasil
|
1
|
Penentu
bunga dibuat dengan perjanjian
yang menjamin suatu keuntungan
|
Penentu
besarnya rasio nisbah bagi hasil dibuat pada waktu
akad yang berpedoman bahwa kemungkinan bisa untung maupun
rugi. |
2
|
Besarnya prosentase berdasarkan jumlah modal yang dipinjamkan.
|
Besarnya bagi hasil berdasarkan keuntungan
yang diperoleh dari transaksi
yang dilakukan.
|
3
|
Pembayaran bunga tetap sesuai Dengan yang diperjanjikan semula
tanpa melihat apakah usaha yang
dijalankan oleh debitor itu untung atau rugi
|
Perolehan
bagi hasil tergantung pada keuntungan usaha
yang
dijalankan, apabila untung maka bank dan pengguna dana akan sama-sama untung, begitu juga sebaliknya. |
4
|
Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun usaha tersebut memperoleh laba
tinggi.
|
Jumlah
bagi hasil meningkat pada
saat usahanya mengalami peningkatan dari jumlah pendapatannya |
5
|
Eksistensi
bunga diragukan,termasuk menurut hukum ekonomi Islam.
|
Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasilnya
|
4. Perbankan
Syariah
Hadirnya Bank Syariah ditujukan untuk dapat mendorong
kemajuan
ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan,
financial, komersial dan investasi yang sesuai dengan ajaran Islam dan
didasari oleh larangan atas bunga pada setiap transaksinya, adanya prinsip kemitraan, tidak hanya mencari keuntungan semata, pembinaan manajemen keuangan pada masyarakat, mengembangkan kompetisi yang sehat, menghidupkan lembaga zakat, pembentukan ukhuwah 18 dengan lembaga Islam lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan,
financial, komersial dan investasi yang sesuai dengan ajaran Islam dan
didasari oleh larangan atas bunga pada setiap transaksinya, adanya prinsip kemitraan, tidak hanya mencari keuntungan semata, pembinaan manajemen keuangan pada masyarakat, mengembangkan kompetisi yang sehat, menghidupkan lembaga zakat, pembentukan ukhuwah 18 dengan lembaga Islam lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.
Bank Syariah
mempunyai ciri-ciri khusus
yang berbeda dari
bank konvensional, ciri-ciri
tersebut adalah :
a. Beban biaya disepakati pada waktu akad
diwujudkan dalam jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat
dilakukan tawar menawar dalam harga yang wajar.
b. Menghindari
penggunaan persentase dalam
hal kewajiban untuk melakukan
pembiayaan, karena persentase melekat pada sisa utang walaupun batas waktu akad telah berakhir.
c. Dalam
pembiayaan proyek, Bank
Syariah tidak menetapkan perhitungan
keuntungan yang pasti dimuka, karena yang tahu proyek
itu untung dan rugi hanya Allah S.W.T., oleh karenanya pembiayaan
proyek yang dilakukan Bank Syariah atas dasar penyertaan modal (Al-
Mudharabah).
itu untung dan rugi hanya Allah S.W.T., oleh karenanya pembiayaan
proyek yang dilakukan Bank Syariah atas dasar penyertaan modal (Al-
Mudharabah).
d. Penyertaan dana masyarakat pada deposito atau
tabungan dianggap sebagai
titipan (Al-Wadiah) yang
diamanatkan kepada bank
untuk penyertaan dalam proyek-proyek yang
berdasarkan prinsip syariah.
e. Bank Syariah tidak melakukan jual beli atau
sewa menyewa uang, tapi memberikan pinjaman dengan prinsip syariah
dalam bentuk pengadaan barang.
f. Adanya pos pendapatan yang berupa “rekening
tampungan” sebagai hasil
transaksi dari denda-denda
keterlambatan kewajiban para nasabah-nasabah
pembiayaan dan pendapatan ini digunakan untuk keperluan
sosial.
g. Adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas
untuk mengawasi operasional bank dari sudut syariah.
h. Produk-produk Bank Syariah menggunakan istilah
dari bahasa arab, misalnya; Al-Murabahah, Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Ijarah, AlQardul Hasan dan lain sebagainya, yang mana istilah-istilah ini dipakai dalam kitab fiqih Islam.
i. Adanya produk khusus yang mana bank memberikan
pembiayaan tanpa beban, dimana
nasabah tidak ada
kewajiban untuk
mengembalikannya dan produk ini diperuntukan bagi orang miskin/yang
sangat membutuhkan dan untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.
mengembalikannya dan produk ini diperuntukan bagi orang miskin/yang
sangat membutuhkan dan untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan.
j. Fungsi kelembagaan Bank Syariah selain
menjembatani antara pihak pemilik modal dengan
pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi
khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan
siap sewaktu-waktu dana tersebut ditarik kembali
sesuai dengan perjanjian.
5.
Peraturan-Peraturan Mengenai Perbankan Syariah
Peraturan-peraturan yang terkait dengan perjanjian
pembiayaan dalam perbankan Syariah di Indonesia dan khususnya
mengenai peraturan yang mengatur pembiayaan murabahah, adalah:
a.
Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
jo. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 13/DSN MUI/IX/2000 tentang Uang Muka Dalam Murabahah jo. Fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam
Murabahah jo. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 23/DSN MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.
Syariah Nasional Nomor 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam
Murabahah jo. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 23/DSN MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan Dalam Murabahah.
e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah.
f. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran
Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar