Kamis, 24 Maret 2011

Pegadaian Syariah


PENDAHULUAN
Unit layanan pegadaian syariah bermula dari terbitnya PP No.10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP 10/1990 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP No. 103 tahun 2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pagadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu.
 Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada system administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan denganb nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah / Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara structural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) cabang dewi sartika dibulan januari tahun 2003. menyusul kemudian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta ditahun yang sama hingga September 2003. Masih ditahun yang sama pula, 4 kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.


A.    PENGERTIAN GADAI
         Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai al- habsu (Pasaribu, 1996). Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap dan lama, sedangkan al- habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut (Syafei, 1987). Sedangkan menurut Sabiq (1987),rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian (manfaat) barangnya itu.
          Adapun pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitabal-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria al-Anshary dalam kitabnya Fathul Wahab mendefinisikanrahn sebagai menjadikan benda yang bersifat harta benda itu bila utang tidak dibayar (Sudarsono, 2003).
         Sedangkan menurut UU Perdata pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas dirinya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

B.     SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PEGADAIAN
         Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai.Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktekkan di wilayah – wilayah eropa lainnya, misalnya Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda(VOC), yaitu sekitar abad ke- 19.
         Bentuk usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai.
          Sejak itu bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan – peraturan yang mengaturnya.
Pada mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jendral HindiaBelanda melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tertanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagaimana diatur dalam staatblad tahun 1901 Nomor 131 tersebut sebagai berikut : “ kedua sejak saat itudi bagian Sukabumi kepada siapapun tidak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjam uang tidak melebihi seratus Gulden, dengan hukuman tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang – orang Eropa dan pasal 339 KUHP bagi orang – orang Bumiputera”.
Selanjutnya, dengan staatblad 1930 No. 226 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti Undang – Undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda 1927 No. 419).
Pada masa selanjutnya, pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia.
          Dianas pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Umum. Pada tahun 1960 Dinas Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Negara (PN) pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perussahaan Jawatan (Perjan) pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan umum (PERUM) pegadaian melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Pada waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi sosial dari pegadaian merupakan satu – satunyaacuan yang digunakan oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian.
          Sejak statusnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyedian dana atas dasar hukum gadai, manaejemen perumpegadaian juga berusaha agar berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perum pegadaian diharapkan akan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya peneriamaan yang didapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri.
Kantor pusat Perum berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor perwakilan daerah dan kantor cabang. Saat ini jaringan usaha Perum Pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar di seluruh .

C.     DASAR HUKUM PEGADAIAN
         Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Qur’an Surat Al Baqarah : 283
  “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
           Hadist Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya.
            Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan As Nasai Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecualiMuslim dan Nasai-Bukhari
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)

D.    RUKUN DAN SYARAT SAHNYA PERJANJIAN GADAI
a.    Rukun Gadai
1. Ijab qabul (sighot)
2. Orang yang bertransaksi (Aqid), terdiri dari rahin (pemberi gadai) dan
    murthahin (penerima gadai)
3.Adanya barang yang digadaikan (Marhun)
4.Utang (Marhun bih)

b.Syarat Gadai
1. Shigat
Shigat tidak boleh terkait dengan masa yang akan dating dan syarat tertentu. Misalnya, jika  masa waktu utang telah habis dan belum terbayar, maka rahn dapat diperpanjang selama 1 bulan. Jika syarat yang dimaksud justru mendukung berjalannya akad, maka diperbolehkan. Misalnya pihak penerima gadai meminta agar proses akad diikuti 2 orang sangsi.
2. Orang yang berakad
                     Pihak yang berakad harus memiliki kecakapan dalam melakukan tindakan   hokum, berakal sehat, sudah baligh, serta mampu melaksanakan akad.
3.  Barang yang dijadikan pinjaman
4. Harus berupa barang atau harta yang nilainya seimbang dengan utang serta dapat dijual
3. Utang (marhun bih)
1. wajib dikembalikan kepada murtahin (yang menerima gadai)
2. Dapat dimanfaatkan
3. Jumlahnya dapat dihitung

E. AKAD PERJANJIAN TRANSAKSI GADAI
            Dalam transaksi gadai terdapat 4 akad untuk mempermudah mekanisme perjanjiannya, 4 akad tersebut adalah :

1.       Qard al-Hasan
 Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif. Oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadaian (marhun) kepada pegadaian (murtahin). Ketentuannya :
                  - Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, elektronik, Dll.
        - Karena bersifat social, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan         untuk  mengenakan biaya administrasi kepada rahin.

2.      Mudharabah
 Akad ini diberikan bagi nasabah yanmg ingin memperbesar modal usahanya atas untuk    pembiayaan lain yang bersifat produktif. Ketentuannya :
              - barang gadai dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Seperti emas,            elektronik, kendaraan bermotor, dll.
                 - Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.

3.         Ba’i muqayyadah
            Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual-beli untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dapat dimanfaatkan oleh rahin maupun murtahin
.
4.        Ijarah
            Obyek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu.Bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.

F.  Hak dan Kewajiban Pihak yang Berakad
    1.   Hak Penerima Gadai
a. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin berhak      untuk menjual marhun
b. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
c. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum           dilunasin
Kewajiban Penerima Gadai
a) Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka  marhun harus bertanggung jawab
b) Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c) Sebelum diadakan pelelengan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin
2. Pemberi Gadai (Rahin)
Hak Pemberi Gadai
a. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
b. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi ataas marhun
c. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
d. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
      Kewajiban Pemberi Gadai
 a. melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu       telah ditentukan
 b. apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya,    maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya

F.      TUJUAN BERDIRINYA PEGADAIAN SYARIAH
   Sebagai lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang berhak memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga keuangan non formal yang cendrung memanfaatkan,kebutuhan dan mendesak dari masyarakat, maka pada dasarnya lembaga pegadaian tersebut mempunyai fungsi yaitu :
1. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah,    cepat, aman dan hemat.
2. Menciptakan dan mengembangkan usaha – usaha lain yang menguntungkan bagi   pegadaian maupun masyarakat
3. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepagawaian, pendidikan dan pelatihan
4. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian
5. Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi pengelolaan pegadaian.


G.    KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PEGADAIAN SYARIAH
1.      Kendala Pegadaian Syariah
Kendala Pengembangan pegadaian syariah
Dalam realisasi terbentuknya pegadaian syariah dan praktek yang telah dijalankan bank yang menggunakan gadai syariah ternyata menghadapi kendala-kendala sebagai berikut:
                   a.Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan
                    b. Masyarakat kurang familiar dengan produk rahn dilembaga keuangan syariah
                   c. Kebijakan Pemerintah tentang gadai syariah belum akomodatif
                   d. Pegadaian kurang popular.
2.   Strategi Pengembangan Syariah
            Adapun usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pegadaian syariah antara lain :
a.Banyak mensosialisasikan kepada masyarakat
b. Pemerintah perlu mengakomodir keberadaan keberadaan pegadaian syariah    dengan   membuat peraturan pemerintah atau undang-undang pegadaian syariah.

H.    PEMANFAATAN BARANG RAHAN
           Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut selamat dan utuh.
          Dari Abu Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw berkata: “barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” (HR Syafi’I dan Daruqutni).
            Mayoritas ulama, selain mazhab hanbali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
Berakhirnya Akad Rahan
1.Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya
2.Rahin membayar hutangnya
3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
5.Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
6. memanfaatkan barang rahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari  pihak rahin maupun murtahin.


I.       PROSES PELELANGAN BARANG GADAI
Pelelangan baru dapat dilakuka jika nasabah (rahin) tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Teknis harus ada pemberitahuan 5 hari sebelim tanggal penjualan. Ketentuanny:
a. untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 % untuk penbeli
b. pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas
c. biaya penjualan sebesar 1 % dari hasil penjualan, biaya pinjaman 4 bulan, sisanya dikembalikan ke nasabah
d. sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun akan diserahkan ke baitul maal

          Jasa dan Produk Pegadaian Syariah
Layanan jasa serta produk yang ditawarkan oleh pegadaian syariah sebgai berikut
1) Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai
Syaratnya harus terdapat jaminan berupa barang bergerak seperti emas, elektronik, dll. Besarnya pemberian pinjaman ditentukan oleh pegadaian, besarnya akan sangat tergantung oleh nilai dan jumlah barang yang digadaikan.
2) Penaksiran nilai barang
Jasa ini diberikan bagi mereka yang mengiginkan informasi tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan adalah ongkos penaksiran barang.
3) Penitpan barang (ijarah)
Barang yang dapat dititipkan antara lain: sertifikat motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya.
4) Gold counter
Merupakan fasilitas penjualan emas yang memiliki sertifikat jaminan sebagai bukti kualitas dan keasliannya.
Dalam praktiknya nasabah melakukan transaksi gadai Syariah dengan konsep ijarah (akad sewa tempat). Sedangkan dengan pemberian dana diantaranya Bank Muamalat, dan bank Mandiri Syariah menggunakan prinsip mudharabah dan Musyarakah. Kemudian murtahin (penerima gadai) akan memberikan surat bukti Rahn (gadai) berikut dengan akad pinjam meminjam yang disebut akad gadai syari’ah dan ijarah. Ijarah adalah kesepakatan antara penerima gadai dan pemberi gadai untuk menyewa tempat sebagai lokasi penyimpanan barang gadai.

J.       KEUNTUNGAN  USAHA GADAI
Tujuan utama usaha pegadaian adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya reltif tinggi. Perusahaan Pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke Perusahaan Pegadaian bukan saja karena prosedurnya yang mudah dan cepat, tapi karena biaya yang dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas uang atau tukang ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari Perusahaan Pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto “menyelesaikan masalah tanpa masalah”.
Jika seseorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi kendala utamanya adalah prosedurnya yang rumit dan memakan waktu yang relatif lebih lama, di samping itu persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang harus lengkap, membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya.

K.    PERBEDAAN TEKNIS ANTARA PEGADAIAN SYARIAH DENGAN PEGADAIAN KONVENSIONAL
1.      Biaya administrasi berdasarkan barang, Biaya administrasi berupa prosentase yang        didasarkan pada golongan barang
2.       Jasa simpanan berdasarkan simpanan Sewa modal, berdasarkan uang pinjaman
3.      1 hari dihitung 5 hari, 1 hari dihitung 15 hari
4.      Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan akan dijual kepada masyarak, Bila pinjaman tidak dilunasi, barang jaminan dilelang kepada masyarakat
5.       Uang pinjaman 90 % dari taksiran Uang pinjaman untuk golongan A 92
% ,sedangkan untuk golongan BCD 88-86%
6.      Jasa simpanan dihitung dengan konstanta X taksiran,  Sewa modal dihitung dengan prosentase X uang pinjaman
7.      Maksimal jangka waktu 3 bulan, Maksimal jangka waktu 4 bulan
8.      Kelebihan uang hasil dari penjualan barang tidak diambil oleh nasabah, diserahkan kepada lembaga ZIS,  Kelebihan uang hasil lelang tidak diambil oleh nasabah, tetapi menjadi milik pegadaian




KESIMPULAN
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang atas suatu benda bergerak yang diberikan oleh orang yang berpiutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bias dijual jika orang yang berpiutang tidak mampu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo

DAFTAR PUSTAKA
Kasmir,SE,MM,2002,Bank dan Lembaga Keungan Lainnya,Edisi keenam,Jakarta:PT RajaGrafindo Pesada
Suyanto, Thomas, Etal. 1997, Kelembagaan Perbankan, Edisi Kedua, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Elly Santi Ompusunggu, S.E, Lembaga Keuangan, Jakarta : PT RINEKA CIPTA
www.Gadai.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar